"Setiap ekspresi seni punya tempatnya sendiri di masyarakat," kata Yenny.
Ia mengingatkan bahwa masyarakat sudah cukup cerdas untuk menilai karya seni yang dianggap tidak pantas.
Pameran yang telah dipersiapkan selama satu tahun ini terpaksa dibatalkan setelah pihak Galeri Nasional memutuskan untuk mengunci akses ke ruang pameran.
Kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, menyebut lima lukisan Yos berisi unsur vulgar dan makian, yang dianggap tidak sesuai dengan tema pameran.
Yos menolak untuk menurunkan lukisan-lukisan tersebut, yang berujung pada pembatalan pameran.
Yenny Wahid berharap kejadian ini tidak terulang di masa mendatang.
"Negara sudah semestinya menghargai semua ekspresi yang diutarakan masyarakat selama itu tidak melanggar hukum," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya memberikan ruang bagi ekspresi seni di masyarakat.
Dengan adanya polemik ini, publik diharapkan lebih sadar akan pentingnya kebebasan berekspresi dalam seni dan peran negara dalam mendukung atau membatasi ekspresi tersebut.
Komnas HAM bersurat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyurati seniman Yos Suprapto, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dan pihak Galeri Nasional terkait pembredelan pameran seni lukis karya Yos di Galeri Nasional, Jakarta.
Dalam surat yang ditandatangani Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing itu, Komnas HAM meminta kepada para pihak untuk memberikan keterangan dan informasi terkait pembatalan pembukaan pameran dan penguncian ruang pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional pada 19 Desember 2024.
Komnas HAM menegaskan, negara berkewajiban untuk melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara.
"Hal tersebut dijamin oleh hukum yang berlaku di Indonesia melalui Pasal 23 UU HAM dan Pasal 19 DUHAM," demikin bunyi satu petikan surat tersebut, dikutip Sabtu (21/12/2024).