“Merespons hal itu, Komisi Yudisial (KY) menyadari bahwa putusan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat."
“(Evaluasi) ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” kata Mukti, dikutip dari Kompas.com, Jumat (27/12/2024).
Pihak KY menegaskan upaya mengubah putusan hanyalah dengan banding.
“Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” ujar Mukti.
Untuk itu, ia juga mengajak masyarakat untuk melapor jika mengetahui adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara Harvey Moeis.
“KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” tambah Mukti.
Putusan Dianggap Tak Adil
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, turut menyoroti kasus ini.
Ia menilai putusan hakim tidak logis dan mencederai rasa keadilannya.
Ungkapan itu disampaikan Mahfud MD dalam akun X @mohmahfudmd pada Kamis (26/12/2024).
"(Hukuman harvey Moeis) tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp300T. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda 1 M dan uang pengganti hanya dengan Rp210 M."
"Vonis hakim hny 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp212 M. Duh Gusti, bagaimana ini?" demikian tulis @mohmahfudmd.
(Tribunnews.com/Falza/Galuh Widya Wardani/Wahyu Aji)