TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA - Pesatnya pembangunan selama ini di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, tidak dinikmati oleh semua masyarakat kota tersebut.
Di beberapa wilayah di kota yang dikenal sebagai daerah industri kreatif ini, angka kemiskinan masih relatif tinggi.
Maulana (28) misalnya. Warga asal Kampung Bojong RW 12, Keluarahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, tersebut bersama istri dan empat anaknya harus tinggal di gubuk bambu bekas kandang ayam yang berukuran 2 x 2 meter.
Dua anaknya masih berusia balita, satu lagi masih SD, dan yang paling besar pelajar SMP.
"Saya aslinya warga Jakarta. Saya menikah dengan warga di sini, dan sudah menjadi warga di sini. KTP dan kartu keluarga, saya sudah punya, jadi warga sini," ujar Maulana, di rumahnya, kepada wartawan, Kamis (28/4/2016).
Maulana sehari-sehari bekerja sebagai pengayuh odong-odong atau mainan anak yang terbuat dari sepeda.
Ia harus menyusuri beberapa tempat keramaian untuk mendapatkan uang demi menghidupi keluarganya. Kesehariannya itu dijalaninya untuk bisa bertahan hidup dan menafkahi keluarganya selama ini.
"Sehari-hari saya bekerja sebagai penarik odong-odong. Ini pun odong-odongnya punya orang lain. Saya hanya jadi pengayuhnya," kata dia.
Maulana mengaku terkadang tak membawa uang sepeser pun ke rumah untuk anak dan istrinya.
"Kadang dapat, kadang enggak. Bagaimana ramai dan tidaknya anak-anak naik odong-odong," kata dia.
Rumah bekas kandang
Keterbatasan ekonomi membuat Maulana tak mampu membangun atau menyewa rumah di perkampungannya. Ia pun atas seizin RW dan RT setempat diperbolehkan tinggal di tanah milik tetangga dengan membangun sebuah gubuk dari bambu bekas kandang ayam.
Gubuk yang sudah ditinggalinya beberapa tahun ini dibagi menjadi dua ruangan, yakni untuk tidur dan dapur.
"Kalau tidur, di sini saja semuanya," ucap dia menunjuk ruang depan gubuknya.
Tidak ada kasur untuk tidur. Alas mereka berenam hanya selembar kain yang sudah lusuh. Sementara itu, di bawah kain, langsung terlihat lapisan tanah yang sudah mengeras.
"Saya bagaimana lagi, Pak, memang keadaannya seperti ini," ucap dia.
Sementara itu, Ketua RW 12 Kelurahan Cipari, Lukman, mengatakan, Maulana merupakan warga pendatang yang menikahi warga asli di daerahnya. Keluarga ini pun sudah diajukan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun, sampai sekarang, belum ada realisasi atas hal itu.
"Di daerah kami memang masih ada beberapa warga yang tinggal di rumah tak layak. Selain dari keluarga Maulana, ada tiga (keluarga) lainnya yang sudah diajukan untuk mendapatkan bantuan," kata Lukman.
Adapun Lurah Cipari, Asep Kusdiana, mengaku, pihaknya telah melakukan pengecekan ke lapangan langsung terkait kondisi memprihatinkan dari keluarga Maulana.
"Kami ajukan, tetapi kendalanya, Pak Maulana ini tak punya tanah atau bangunan pribadi. Mudah-mudahan selain dari pemerintah ada dari para warga yang peduli terhadap kondisi ini," ujar dia.
Penulis: Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha