Pertempuran ketika Trunojoyo dan Raden Kajoran menggempur Mataram terjadi di sejumlah front.
Hampir semuanya menggunakan artileri meriam kecil, sedang, maupun besar.
Ini menunjukkan era Amangkurat I, arsenal Mataram tergolong top.
Berbeda dengan ayahnya yang ekspansif, raja penyendiri ini kemungkinan besar mewarisi senjata masa Sultan Agung.
Termasuk meriam berukuran sedang yang diberi nama Nyai Setomi. Saat ini meriam Nyai Setomi jadi barang pusaka di Kasunanan Surakarta.
Ketika Trunojoyo menggempur Plered, senjata penghancur buatan Portugis yang diperoleh Sultan Agung, meriam ini tak ikut dirampas karena berat.
Setelah Amangkurat II naik tahta dan mendirikan kekuasaan di Kartasura, meriam ini ikut dibawa.
Ketika Kartasura hancur, dan keraton pindah ke Sala, Nyai Setomi pun ikut diboyong.
Meriam dahsyat yang juga muncul di masa Sultan Agung tentu saja Kyai Pancawura atau meriam Kyai Sapujagat.
Meriam ini sekarang ada di depan Pagelaran Kasunanan Surakarta.
Ukurannya sangat jumbo, meski belum bisa mengalahkan meriam "Anak Makassar" di benteng Somba Opu.
Meriam Kyai Pancawura ini lebih besar dari meriam Kyai Amuk yang dibuat dengan cara cor di Demak pada 1527/1528.
De Graaf mencatat, Pancawura atau yang juga dikenal dengan nama Kyai Guntur Geni ini dibuat pada 1623, berdasarkan sengkalan di akronim Pancawura (Pandita Catur Wuruk ing Ratu).
Konon meriam raksasa ini tidak dilengkapi proyektil, dan dinyalakan hanya sebagai kekuatan penggentar atau alat memobilisasi massa sejak 1625 di Keraton Kerto.
Bahan meriamnya kurang kuat dan sistem pengecorannya pun jelek, sehingga jika diisi proyektil justru bisa membahayakan.
Kembali ke fragmen meriam di Plered, deretan pendek tulisan aksara Jawa di permukaan sangat menantang dipecahkan.
Siapa tahu, tulisan itu akan menguak misteri Mataram beratus tahun lalu. Anda kah orang yang bisa menguak misteri ini? (xna/TRIBUNJOGJA.COM)