“Saat itu, suami saya bercanda ke teman-temannya. Kalau anak saya laki-laki, saya pasti akan kasih nama polisi, biar kalian semua ditembak sama anak saya,” kata Illyyin menirukan kalimat yang diucapkan suaminya kala itu.
Selanjutnya, selang beberapa bulan, ia mengaku sudah waktunya untuk melahirkan. Saat terlahir di dunia, ternyata anaknya laki-laki.
Ia bersama suaminya sepakat untuk tidak memberikan nama polisi pada anak itu. Bahkan, suaminya langsung mencarikan nama buah cinta pertamanya.
Akhirnya, mereka memberi nama bayi mungil itu Muhammad Muchlas.
“Nama yang bagus dengan makna yang bagus juga. Kami sudah sangat senang kala itu,” kenang Illyin.
Dikatakannya, tak lama berselang, paska nama itu sudah dipatenkan, si bayi ini justru sakit – sakitan. Ia mengira, semula ini hanya sakit biasa.
Namun, lama-kelamaan , si bayi ini sakitnya tak karuan. Hampir setiap hari ke dokter dan tukang pijat. Puluhan juta dikeluarkan Illyyin dan suaminya untuk kesehatan anaknya.
“Kami sempat ganti nama sebanyak empat kali. Pertama Muhammad Muchlas, kedua Muhammad Musofak, Iksan, dan Muchlisin. Tetapa saja, dia tetap sakit-sakitan,” ungkapnya.
Sakitnya, kata Illyyin, ini tidak tetap. Menurutnya, terkadang sakit panas, muntaber, dan masih banyak lagi.
Pokoknya, selama satu tahun di usianya pertama, polisi ini harus bolak – balik masuk rumah sakit dan tukang pijat. Akhirnya, suatu ketika, ia bertemu dengan tukang pijat.
“Saat itu, tukang pijatnya datang ke saya dan menanyakan apa saya dan suami pernah memiliki nadzar untuk memberi nama bayi itu. Saya mulai berfikir dari situ,” katanya sambil meneteskan air matanya.
Sepulang dari tukang pijat itu, ia mengamini pertanyaan itu. Dalam hatinya, sang suami pernah nadzar memberikan nama polisi terhadap bayi itu.
Dari situlah, ia berniat mengganti nama anaknya dan memenuhi nadzar sang suami yang disampaikan pada teman-temannya di saat bayi masih dalam kandungannya.
“Saya tasyakuran dan mengganti anak kami dengan polisi, sesuai dengan janji bapaknya,” terangnya.