Majelis hakim berpendapat Taat terbukti terlibat dalam pembunuhan Abdul Gani.
Peran Taat, adalah sebagai otak pembunuhan. Taat terbukti memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Abdul Gani.
"Dengan begitu , Taat memenuhi unsur dan melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Terdakwa divonis 18 tahun penjara," jelasnya.
Anggota Majelis Hakim, Yudistira Alfian, menambahkan ada hal yang memberatkan yakni selama proses hukum berjalan, terdakwa tidak pernah sekalipun mengakui perbuatannya.
Terdakwa selalu menampik sudah ikut campur tangan dalam pembunuhan tersebut. Selain itu, tidak ada kata maaf dari keluaga korban.
"Jadi, dua hal itu menjadi dasar kenapa hakim memberi vonis 18 tahun penjara. Hal yang meringankan itu, karena Taat kooperatif mengikuti jalannya sidang, dan tidak pernah terlibat kasus hukum sebelumnya," pungkasnya.
Mahaguru Pikun
Kasus pembunuhan dan penipuan tak hanya menjerat Taat Pribadi.
Sejumlah orang yang diakuinya sebagai mahaguru pun ikut diciduk polisi.
Satu di antranaya Abdul Karim alias Abah Sulaiman, satu mahaguru abal-abal yang direkrut Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Abdul Karim tertawa saat diboyong lima polisi dari Polda Jawa Timur dan Polsek Tanjung Duren, Sabtu (5/11/2016) lalu.
Padahal, dua anak dan menantu yang tinggal satu atap dengan Abah Sulaiman syok bukan kepalang.
Dahro (51), menantu Abdul Karim masih mengingat detik-detik sang mertua dicokok polisi.
Saat itu, Abdul Karim yang tengah berada di rumah tiba-tiba didatangi sejumlah polisi.
Tidak begitu lama, polisi lalu membawa sang mertua yang telah berusia 77 tahun itu ke Polsek Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Keluarga pun kaget. Bukan hanya keluarga, sejumlah warga sekitar mendatangi rumah saat polisi memboyong Abdul Karim.
"Pas dibawa polisi, kita yang di rumah kaget semua, ada apaan ini? Orang sekampung pada geger. Polisi bilang, bapak ada kaitan sama Dimas Kanjeng, katanya jadi guru," kata Dahro, Selasa (8/11/2016).
Dahro pun mendampingi sang mertua menuju Polsek Tanjung Duren.
Uniknya, Dahro justru melihat sang mertua yang dikenal suka melucu itu tidak tegang.
Abdul Karim banyak menebar senyum saat perjalanan menuju Polsek Tanjung Duren.
"Pas diajak sama polisi, bapak kira diajak ziarah ke Surabaya lagi. Dia sempat tawa-tawa. Tahu-tahunya dia dibawa polisi ke polsek," ucapnya.
"Saya bilang ke polisi, pak orang tua saya ini sudah pikun, kasihan kalau dimasukin ke penjara. Pas saya pulang, pagi dapat telepon bapak saya sudah di Surabaya," ungkap dia.
Rumah Abdul Karim peninggalan sang istri terbilang reyot. Terkadang, cerita Dahro, rumah tersebut kebanjiran.
Sejumlah tetangga Abdul Karim mengaku tak percaya jika tetangganya itu menjadi mahaguru dari Dimas Kanjeng.
"Yah malam minggu itu kita tetangga-tetangga masih belum tahu. Ramainya baru pas hari Minggu pagi setelah lihat di telivisi.
Kita nggak percaya, masa' Pak Karim jadi mahaguru Dimas Kanjeng, salat aja jarang.
Nggak pernah ikut pengajian atau kumpul-kumpul sama warga di masjid.
Kayanya dia cuma jadi korban aja. Mungkin dia diajak karena orang-orang nggak mampu," ujar Lona, tetangga Abdul Karim.