TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pensiunan staf Dinas Pendidikan Jember, Maria Indriyani, berupaya mengelak dari dakwaan kasus kepemilikan narkoba seberat 7,25 gram.
Perempuan yang sempat jadi bakal calon bupati (bacabup) Jember 2016 ini mengaku hanya jadi korban politik.
Pada sidang yang digelar di ruang Kartika 2 PN Surabaya itu, majelis hakim yang diketuai oleh Harijanto menanyakan tentang konsumsi sabu padanya.
Meski tak mengelak bahwa dia juga menghisap sabu, namun apa yang dilakukan ini bagian dari korban politik.
“Saya tak membeli barang itu, hanya dipinjami oleh seseorang bernama Kakak Item. Ini sebetulnya untuk menangkap dan menelisik jaringan narkoba di Jember,” terangnya, Senin (16/7).
Selain memberikan keterangan itu, ia juga menunjukkan buku catatan jual beli narkoba jenis sabu itu beserta pemiliknya dengan didampingi Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nur Rachman.
Tak hanya itu, dia juga mengaku menjadi mata-mata Polsek Jember dengan dibantu oleh Mujiono yang juga anggota kepolisian.
Namun, dia tak bisa menjawab saat ditanya oleh anggota hakim Sigit Sutryono, kenapa membantu penyidikan dari kepolisian untuk diserahkan ke BNN. Padahal dirinya tak mempunyai surat tugas.
“Anda ini masyarakat bukan anggota jadi kenapa mau ikut penyelidikan. Sedangkan terdakwa sendiri memakai sabu itu dan pernah divonis,” tegas anggota hakim Sigit.
Menanggapi pertanyaan itu, Maria masih ngotot ingin melaporkan tiga hal yakni penggelapan, penipuan kredit dan peredaran sabu.
“Saya adalah korban majelis hakim, korban dari politisasi tahun 2016,” katanya.
Mendengar ucapan terdakwa, hakim ketua Harijanto tak mengindahkan, karena terdakwa dinilai berbelit-belit dan enggan mengakui kesalahan.
Lalu, majelis meminta untuk mendatangkan saksi yang meringankan apabila terdakwa mengaku ditipu itu.
Melalui JPU Nur Rachman, dia akan berupaya mendatangkan saksi yang meringankan itu pada sidang selanjutnya, lantaran terdakwa mengaku kesulitan menghubungi si saksi.