"Selanjutnya tinggal dilaras (disetel suaranya) dan dicat dengan warna emas," jelasnya.
Samiaji menyebutkan, untuk membuat satu set gamelan membutuhkan waktu 2 hingga 3 bulan. Itu sudah termasuk proses pembuatan wadah gamelan berbahan kayu. Wadah-wadah tersebut dilengkapi dengan ukiran khas solo bermotif bunga dan naga.
"Setiap proses pembuatan gamelan ini lama, mulai dari memotong pelat besi hingga membentuk dan menghaluskannya itu butuh ketelitian. Belum lagi menyetel nada gamelan, itu butuh keahlian khusus," sebutnya.
Sementara itu, setiap perangkat gamelan berbahan besi, Samiaji jual dengan harga bervariasi. Untuk gong dia banderol Rp 2 juta, Kempul Rp 600 ribu, Kenong Rp 400 ribu, Bonang Rp 200 ribu, Demung Rp 700 ribu, Saron Rp 1 juta, dan Peking Rp 700 ribu. Sedangkan gamelan Slentem, Gender dan Gambang dia hargai masing-masing Rp 1,5 juta.
"Kalau satu set lengkap harganya Rp 30 juta, itu yang berbahan besi," imbuhnya.
Di sisi lain Dedi mengatakan, pesanan selama ini datang dari berbagai daerah di Jatim. Mulai dari Sumenep, Probolinggo, Lamongan, Bojonegoro, Surabaya, Gresik, Malang, hingga Kediri.
Menurutnya, rata-rata jumlah pesanan mencapai 10 perangkat gamelan setiap bulannya. Perangkat gamelan yang banyak diminati jenis bonang, kenong, dan kempul.
Untuk pembelinya didominasi oleh pemilik hiburan kuda lumping, reog, wayang kulit. Selain itu, ada juga pesanan dari sekolah dan instansi.
"Omzet bisnis gamelan ini mencapai Rp 10 juta per bulan. Keuntungan yang didapatkan Samiaji pun mencapai Rp 5 juta setiap bulannya," sebutnya.
Dedi menambahkan, pesanan gamelan juga datang dari luar jawa yakni NTB dan Kalimantan. Bahkan, pembeli gamelan buatannya datang dari Malaysia dan Jerman.
"Pesanan dari Malaysia dua set gamelam, pernah juga pesanan gong diameter 2 meter dari Jerman. Harganya lebih mahal karena biaya pengiriman juga mahal. Biasanya kami mematok harga dua kali lipat dari harga pesanan lokal," pungkasnya.