Mestinya, kata hakim, sesuai aturan, gratifikasi tidak berlaku andai dilaporkan terhitung 30 hari sejak diterima.
"Tapi, tidak pernah dilaporkan ke KPK. Unsur pemberian itu terpenuhi," tambah dia.
Hakim pun sepakat, Tasdi telah secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a dan b.
Sementara terkait pencabutan hak politik, Ketua Majelis Hakim, Antonius Widjantono menerangkan hal ini dipandang perlu karena untuk menjaga masyarakat dari calon pemimpin yang koruptif.
"Memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah selesai menjalani pemidanaan," kata Antonius, dalam sidang, Rabu (6/2/2019).
Hakim melanjutkan, hukuman tambahan berupa hak politik telah sesuai dengan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
Hukuman tambahan dipandang perlu agar seorang yang terbukti korupsi tidak langsung menjabat dalam jabatan publik.
Setelah menjalani hukuman pidana, hukuman tambahan itu kemudian berlaku.
Tasdi pun dilarang untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik setelah keluar nanti, minimal selama tiga tahun.
Pencabutan hak politik juga dipertimbangkan banyak hal.
Hal memberatkan antara lain perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah korupsi, mencederai amanah sebagai kepala daerah.
Kemudian, hal meringankan, terdakwa sopan dan kooperatif.
"Terdakwa mengakui kesalahan dan menyesal, dan mempunyai tanggungan keluarga," tambahnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hakim: Total Gratifikasi yang Diterima Tasdi, Bupati Purbalingga Nonaktif Rp 1,195 Miliar"