Laporan Reporter Pos Kupang, Ryan Nong
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Pengusaha mete asal India, Sreejith Shreedaran Pillai (38) dikeluarkan dari tahanan Polda NTT setelah menjalani tahanan selama 60 hari dalam kasus dugaan penipuan kepada pengusaha mete lainnya, Ramachandran Dineshp.
Shreejith dibebaskan demi hukum pada Jumat (5/4/2019) setelah ditahan oleh Polda NTT selama 20 hari sejak 6 Februari 2019 hingga 25 Februari 2019.
Kemudian diperpanjang penahanannya oleh Kejaksaan Tinggi NTT selama 40 hari sejak 26 Januari 2019 hingga 6 April 2019 berdasarkan surat perintah pengeluaran tahanan Nomor SPPT/07a/IV/2019/Direskrimum Polda NTT yang ditandatangani Direskrimum Polda NTT Kombes Pol Yudi A.B Sinlaloe SIK.
"Klien kami telah bebas demi hukum dan sekarang kami sedang lakukan praperadilan," kata
kuasa hukum Sheerjit Shreedaran Pillai, Fransisco Bernardo Besi SH kepada Pos Kupang, Sabtu (6/4/2019).
Fransisco Bernardo Besi menjelaskan, pihaknya menilai bahwa kasus dugaan penipuan oleh kliennya yang dilaporkan ke Polda NTT oleh Ramachandran Dineshp pada 6 Februari 2018 dengan nomor laporan LP No./B/56/II/2018 tanggal 6 Februari 2018, terkesan dipaksakan sejak awal.
Baca: FOTO: Massa Pendukung Prabowo-Sandi Padati Stadion GBK
"Kasus ini menurut hemat kami terlalu dipaksakan sejak awal dan sekarang kami telah menempuh upaya hukum praperadilan atas penetapan tersangka klien kami dan resmi terdaftar di PN Kupang dengan No. 03/Pid.Pra/2019/PN.KPG," ujar Fransisco Bernardo Besi.
Sidang perdana praperadilan yang dilayangkan Shreejith terhadap Kapolda NTT cq Direskrimum Polda NTT juga telah digelar pada Kamis (4/4/2019) di Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang.
"Kamis kemarin sudah sidang tapi tunda karena Polda NTT selaku termohon tidak hadir dengan alasan ada persiapan pengamanan kedatangan Pak Jokowi ke Kupang hari Senin nanti. Oleh karena itu sidang ditunda ke hari Rabu, tanggal 10 April 2019," jelas pengacara muda ini.
Francisco Bernardo Besi juga menjelaskan bahwa dalam menangani kasus ini, tim kuasa hukumFransisco Bernando Bessi SH MH, Petrus Bala Pattyona SH MH, Hanny Ngebu SH, Frengky Djara SH dan Ivan Miss, SH tidak dibayar melainkan secara cuma-cuma atau pro bono.
Sebelumnya diberitakan, Ramachandra pengusaha yang menjabat direktur DC Commodity, sebuah perusahaan yang berbasis di Dubai UEA, melaporkan Shreejit dan istrinya Emily Siberu karena merasa ditipu hingga Rp 5 miliar.
Penasihat Hukum DC Commodity, Dr Tommy Singh SH LL.M kepada wartawan mengatakan Shreejit, yang merupakan seorang WNA berkebangsaan India, bersama istri Emily Siberu telah menipu kliennya.
"Penipuan dilakukan dengan cara menawarkan kacang mete berkualitas super dan memberitahukan kepada kepada klien bahwa ia memiliki gudang penampungan di beberapa kota seperti Larantuka, Lembata, Maumere dan Lombok," ungkap Tommy.
Baca: Mahfud MD: Problem Kebangsaan Indonesia, Lemahnya Penegakan Hukum dan Keadilan
Selain itu lanjut Tommy, Shreejit mengatakan kepada Ramachandran bahwa dirinya juga membina banyak petani jambu mete untuk menyuplai perusahaannya.
Untuk lebih meyakinkan Ramachandran, Shreejit, juga menyiapkan kontrak kerja antar perusahaan yang belakangan diketahui bukanlah miliknya.
Perusahaan yang ditawarkan Shreejit tersebut merupakan perusahaan milik Johannes Hamenda yang berasal dari Surabaya.
Namun, beberapa waktu berselang Sheerjit membantah dan melakukan klarifikasi terhadap tuduhan tersebut.
Dalam rilis yang diterima POS-KUPANG.COM pada Kamis (7/3/2019) malam, Francisco Besi SH MH selaku salah satu kuasa hukum Shreejit menyampaikan 11 point bantahan dari kliennya.
Bersama dengan Petrus Bala Pattyona SH MH, dan Hehanny K Nggebu SH, mereka mendampingi Shreejit dalam kasus ini secara pro bono (tanpa bayaran).
Fransisko mengungkapkan, berita-berita yang menyudutkan dan bertendensi menuduh kliennya itu tak pernah dikonfirmasi pada pihaknya dan karenanya telah sangat merugikan klien mereka.
Selain faktanya tidak seperti yang diberitakan, kliennya malah menjadi korban penipuan yang dilakukan pelapor Ramachandran Nair Daroji Amma Dinesh Chandra.
"Dalam transaksi jual beli mete justru klien kami yang belum dibayar penuh atas mete yang telah dikirim ke Surabaya untuk selanjutnya dikirim ke India dan Dubai," ungkap Fransisco melalui rilis tersebut.
Fransisko menyebut, antara kliennya dengan pelapor tidak ada hubungan hukum yang langsung, karena dalam proses jual beli mete yang dilakukan, klien membuat kontrak jual beli dengan 6 CV yang diciptakan oleh Johanes Hamenda di Surabaya agar dapat menerima transferan uang dari pembeli di Dubai, yaitu DC Commodity FZCO.
Perusahaan itu juga disebut tanpa alamat yang jelas, hanya mencantumkan alamat PO Box 371377 Dubai.
Kontrak jual beli yang dibuat Johanes Hamenda, katanya, dibuat dalam rangka menampung transfer uang yang diduga money laundry yang kemudian dilarang-larang untuk ditandatangani oleh pribadi Mohan dan Emilia Riberu.
Dalam 6 Contract Sales, lanjut Fransisko Bernardo Besi disepakati kliennya mengirim sesuai kontrak, namun pihak pembeli malah menuduh kliennya masih kurang melakukan pengiriman sehingga terjadi perbedaan pendapat dan atas perbedaan tersebut, klien dilaporkan ke Polda NTT dengan LP No. 56/II/2018 tanggal 6 Februari 2018.
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Pengusaha Mente Asal India Bebas Demi hukum Dalam Kasus Dugaan Penipuan Yang Ditangani Polda NTT