"Saya mohon dukungan dan doanya agar permasalahan yang saya hadapi ada jalan keluar," ucapnya.
Baca juga: Polemik Surat Edaran Siswa Wajib Berbusana Muslim, Pemkab Gunung Kidul Minta Maaf
"Sekali lagi mohon maaf saya tidak bisa matur satu per satu," katanya.
Ucapan ini membuat sebagian besar wali murid yang hadir meneteskan air mata.
Salah seorang wali murid, Rini Puspitasari, mengaku mendukung penggunaan baju Muslim. Meski tak lagi sebagai anjuran ataupun kewajiban, dirinya sudah mempersiapkan seragam dengan celana panjang dan baju lengan panjang. Dirinya akan membeli seragam di toko.
"Ya memudahkan shalat, enggak usah bawa sarung. Kalau saya setuju celana panjang mas," ucapnya.
Menurut dia, surat edaran tersebut tidak perlu menjadi polemik karena akan merugikan sekolah ataupun siswa yang belajar di sekolah tersebut.
"Semoga tidak ada lagi seperti ini," katanya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunung Kidul akan melakukan sosialisasi kepada seluruh kepala sekolah tingkat SD dan SMP sederajat terkait pembuatan surat edaran.
Sosialiasi dilakukan agar tidak keluar surat edaran yang menimbulkan polemik.
"Pasti tugas kami sebagai pimpinan untuk membawa mereka kepada pemahaman yang lebih menyeluruh sehingga pemilihan kata kalimat tidak menimbulkan interpretasi bagi semua pihak. Insya Allah akan segera kami panggil (seluruh kepala sekolah) pada waktunya untuk melakukan sosialisasi," kata Kepala Disdikpora Bahron Rasyid saat ditemui di ruangannya Selasa (25/6/2019) petang.
Ia mengatakan, Dinas Pendidikan tidak hanya akan melakukan sosialisasi sendiri, tetapi akan menghadirkan ahli bahasa.
"Bahkan, kami akan menghadirkan dari Balai Bahasa Yogyakarta dan sebagainya. Memberikan bekal kepada seluruh kepala sekolah ketika membuat produk sebuah kebijakan memperhatikan kaidah bahasa," ujarnya.
(Kompas.com/Markus Yuwono)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meneteskan Air Mata, Kepala Sekolah Cabut Surat Edaran Siswa Wajib Berbusana Muslim".