Hal ini menimbulkan kontak tembak antara aparat dan massa yakni antara panah dan senjata tajam.
"Singkatnya kami mengamankan aksi demo, terus begitu kumpul massa anarkis dan kita jadi korban, panah sama senjata tajam," ujar Kapendam XVIII/Cencerawasih Letkol Cpl Eko Daryanto, Rabu (28/8/2019).
Sementara itu, koordinator aksi, Yul Toa Motte mengatakan, aksi tersebut dilakukan terkait dengan rasisme mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
Yul mengatakan, kerusuhan terjadi setelah aparat menembakkan gas air mata.
"Kemudian dilanjutkan dengan timah peluru. Saya lihat sendiri dengan mata sendiri,” kata Yul, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/8/2019).
Dalam insiden tersebut, sebanyak 10 pucuk senjata api milik TNI AD dirampas.
Massa lalu menembak aparat TNI-Polri.
Baca: Penjelasan Tri Susanti terkait Kedatangannya ke Asrama Papua Sebelun Insiden Bendera Merah Putih
Baca: TERPOPULER: Kronologi Kerusuhan di Deiyai Papua, Massa Rampas Senjata Lalu Serang Aparat
"Massa merampas sekitar 10 pucuk senpi sambil melakukan penembakan ke arah petugas TNI dan POLRI yang sedang melakukan pengamanan unjuk rasa yang pada awalnya damai," kata Kapolda Papua Irjen Pol Rudolph A. Rodja.
Insiden tersebut menyebabkan dua orang warga sipil meninggal dunia.
Seorang warga mengalami luka tembak sementara satu orang lainnya terkena anak panah.
"Satu orang massa kena tembakan di kaki dan meninggal dunia di RS Enarotali. Satu orang massa meninggal dunia kena panah di perut di halaman Kantor Bupati Deiyai," ujar Dedi Prasetyo, Rabu (28/8/2019) dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, dua anggota TNI dan empat anggota Polri menjadi korban dalam aksi tersebut.
Satu anggota TNI bernama Serda Rikson meninggal dunia.
Lima aparat lain mengalami luka berat akibat anak panah.