TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Ulah kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang berada di Kabupaten Puncak, Papua, dalam beberapa waktu ini meresahkan warga.
Yang terakhir terjadi pada Rabu (16/10/2019).
Baca: Puji Jusuf Kalla, Tito Karnavian Sebut Sosok JK Buat TNI-Polri Kebingungan
KKB yang disebut polisi diduga dari kelompok Lekagak Talenggen menembaki sebuah helikopter milik PT Intan Angkas di Distrik Ilaga Utara.
Menyikapi aksi-aksi KKB di Puncak, pihak Kodam XVII/Cenderawasih meyakini kejadian tersebut dilakukan untuk menunjukan eksistensi mereka.
Terutama dalam satu tahun terakhir, KKB yang ada di wilayah Kabupaten Nduga terus beraksi sehingga kelompok-kelompok yang berada di Puncak juga ingin menunjukkan keberadaannya.
"Untuk operasional mereka antara yang Ndugama (Egianus Kogoya) dengan kelompok Ilaga itu tidak terkordinir dalam satu komando. Artinya, apa yang terjadi di Ilaga itu bukan bagian dari aksi yang di Ndugama," ujar Wakapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Dax Sianturi, kepada Kompas.com, Jumat (18/10/2019).
Antar-kelompok yang dulunya menamakan diri Organisasi Papua Merdeka ( OPM), menurut Dax, seperti saling bersaing.
Sosok Egianus Kogoya yang belakangan ini mendominasi aksi-aksi kriminal di Papua diyakininya menimbulkan rasa iri dari kelompok lain yang ada di kabupaten sekitar Nduga.
"Selama ini kami monitor yang paling banyak melakukan aksi adalah Egianus Kogoya.
Di antara kelompok sayap militer OPM atau TPMPB ini juga ada semacam persaingan di antara mereka untuk menunjukkan siapa yang lebih hebat satu sama lain," kata dia.
"Sehingga ketika Egianus beraksi, kelompok yang di Ilaga juga mungkin terpicu untuk melakukan aksinya juga, tetapi untuk satu komando saya rasa tidak ada," kata Dax.
Bahkan, kata Dax, di wilayah Puncak sendiri ada beberapa kelompok yang tidak saling terkoordinasi.
"Kelompok yang di Ilaga (Puncak) sendiri itu tidak dalam satu kesatuan. Mereka juga ada faksi-faksi yang bergerak sendiri-sendiri," ucap dia. Beberapa KKB yang selama ini dikenal sering beraksi di Puncak, di antaranya, Lekagak Telenggen dan Militer Murib.
"Pimpinan tertinggi di Ilaga itu banyak, tapi selama ini yang kami lihat aktif itu Lekagak Talenggen," kata Dax.
Namun, diyakini bila struktur organisasi OPM yang sekarang ada, sudah tidak terkoordinasi dengan baik.
Bahkan, Goliat Tabuni yang selama ini dianggap sebagai pimpinan tertinggi sudah lama tidak terlihat.
"Di struktur organisasinya mereka membagi jadi Komando Daerah Pertahanan (Kodap), tapi pada dasarnya organisasi mereka itu antara ada dan tiada, yang selama ini cukup aktif hanya Kodap 3 Ndugama," ujar Dax.
Dax melihat klaim KKB yang menyebut Goliat Tabuni sebagai jenderal besar hanya sebagai bentuk penghormatan di antara mereka terhadap sosok Goliat Tabuni yang dianggap sebagai tokoh yang memimpin perlawanan mereka.
Diakui bila pada 2018, TNI berhasil mengetahui titik persembunyian Goliat Tabuni, tetapi yang bersangkutan dapat melarikan diri.
"Goliat Tabuni sangat jarang terkoneksi dengan yang ada di Timika, Ndugama. Goliat lebih ada di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya," kata Dax.
Terkait dengan beberapa kerusuhan yang terjadi di Papua, yang dipicu oleh isu rasisme, Dax mengakui hal tersebut ikut terkait dengan aksi-aksi yang dilakukan KKB beberapa waktu terakhir.
Menurut dia, isu rasisme menjadi pelecut KKB yang selama ini terus berpindah di hutan-hutan di wilayah pegunungan Papua.
"Namun, memang kami memonitor, dengan adanya beberapa kerusuhan yang terjadi, yang menurut kepolisian itu didalangi oleh KNPB dan UNLWP, timbul suatu gerakan solidaritas dari mereka yang berada di hutan," kata Dax.
Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto mengungkapkan pada saat terjadi kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada 23 September, sempat terjadi kontak senjata antara aparat gabungan TNI-Polri dan KKB.
"Kami dua kali kontak tembak," kata Candra.
Menurut dia, saat terjadi kontak senjata, aparat tidak fokus untuk mengejar kelompok tersebut karena sedang melakukan evakuasi warga. Namun, ia memperkirakan bahwa kelompok tersebut berasal dari Kabupaten Lanny Jaya.
"Di Pasar Jibama sekali, kemudian di Kutikerek (kontak senjata) dengan Koramil. Dugaan saya itu dari kelompoknya Purom Okinam Wenda dari Lanny Jaya karena dia sempat mengeluarkan statement bahwa dia akan balas dendam atas meninggalnya Wempius Wantik," tutur Candra.
Lalu pada 26 September, KKB kembali berulah di Kabupaten Puncak.
La Ode Alwi dan Midung yang berprofesi sebagai tukang ojek tewas tertembak.
Dua hari berselang, KKB kembali menewaskan seorang warga Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, bernama Oyong yang berprofesi sebagai pedagang.
Kemudian pada 29-30 September 2019, KKB berani masuk ke Distrik Ilaga yang merupakan ibu kota Kabupaten Puncak.
Baca: Pupuk Indonesia Tunjuk Bambang Eka Cahyana Pimpin Pupuk Kujang
Selama dua hari, terjadi kontak senjata antara KKB dan aparat gabungan TNI-Polri.
Meski tidak sampai menyebabkan timbulnya korban, kejadian tersebut membuat 500 warga Ilaga mengungsi.
Penulis : Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: KKB Terus Berulah, TNI Sebut Antar-kelompok OPM Sedang Bersaing