Ia menjelaskan, seorang anak yang dibiarkan berkelahi atau bermusuhan dengan saudaranya akan menjadi tidak saling mengenal dengan saudaranya.
Akibatnya, ketika sudah menikah, anak itu akan tetap merasa hidup sendiria.
"Kalau dibiarin nanti mereka jadi nggak saling mengenal sehingga ketika sudah menikah dia merasa hidup ini sendiri," ujar Adib.
Psikolog Adib menekankan bahwa peran keluarga sangat penting untuk meminimalisir permasalahan keluarga yang berujung pembunuhan seperti dalam kasus ini.
"Tolong-menolong, saling mendukung, saling mendengarkan antar saudara ini sangat penting," tegas Adib.
"Kalau keluarga kecil itu kuat, keluarga besar itu kuat, tentunya masalah-masalah keluarga ini bisa dipecahkan dalam keluarga kecil ataupun keluarga besar sehingga ada kepedulian di sana," lanjutnya.
Menurut Adib, jika tidak ada kedekatan dalam keluarga, seseorang akan merasa buntu saat mengalami masalah.
"Kalau kemudian antar keluarga besar, antar ipar itu sudah terjadi konflik, akhirnya orang merasa tidak ada dukungan sehingga ketika keluarga kecil ini mengalami konflik akhirnya merasa buntu, merasa bahwa sendirian," tutur Adib.
Lebih lanjut Adib menyampaikan agenda kumpul arisan bersama keluarga yang diadakan satu bulan sekali atau tiga bulan sekali akan bermanfaat untuk membangun kedekatan satu sama lain.
"Kumpul keluarga besar itu perlu diperkuat, katakanlah entah kumpul arisan tiga bulan sekali atau satu bulan sekali, itu perlu untuk saling mendukung sehingga orang tidak merasa sendirian di masyarakat dan hal-hal seperti ini bisa dihindari," terang Adib.
Pelaku Sempat Telfon Istri
Dilansir dari TribunJakarta.com, Kapolsek Neglasari, Kompol Manurung menuturkan, latar belakang pelaku membunuh anaknya sendiri karena kesal anaknya tidak bisa diam dan rewel terus.
Sementara itu, dirinya tidak dapat menghubungi sang istri, Novi.
Diketahui, keduanya sedang menjalani proses perceraian dan sedang menunggu sidang.