Iya. Apakah saudara sehat? Iya'.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan materi, 'Saudara diperiksa karena telah melakukan unggahan di Facebook'.
Sebenarnya saya ingin segera masuk pada materi pemeriksaan, namun saya mengajukan pertanyaan 'Apakah saudara-saudara yang memeriksa saya ini mengantongi surat tugas atau surat tugas?', ternyata tidak bisa membuktikan," ucap Dr Sucipto menceritakan proses dia diperiksa.
Sucipto melanjutkan, dia bersedia diperiksa kalau orang-orang yang memeriksa dipastikan legal.
Dia juga menanyakan mengenai ada atau tidak Standar Operasional Prosedur (SOP) pemeriksaan, hal itu dia antisipasi agar apa yang dia lakukan melewati batas atau tidak, kapan dia melanggar dan kapan dia bisa menggunakan hak dia sebagai orang yang sedang diperiksa.
"Mereka (Tim Pemeriksa-red) tidak bisa menunjukkan. Justru mereka langsung ke materi pemeriksaan dan menunjukkan poin-poin "dosa" saya, pertama saya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak netral atas unggahan saya di facebook pada 10 Juni 2019.
Kedua, terkait dengan aktivitas saya sebagai anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Ristek dan Dikti.
Ketiga, dosa ketiga saya adalah pernah menjadi saksi di Polda Jawa Tengah atas saksi terlapor seseorang yang telah melaporkan seorang petinggi Unnes dengan dugaan melakukan plagiasi," ungkap Dr Sucipto.
Dr Sucipto mengatakan kepada Tim Pemeriksa kalau SK dan SOP ada, dia siap diperiksa.
Menurutnya, salah satu Tim Pemeriksa mengatakan SK tersebut akan disusulkan.
"Terkait SOP, baru ketika perbincangan itu saya sampaikan ke Tim Pemeriksa ternyata ada SOP.
Lalu saya menanyakan, 'Apakah saya diizinkan membaca dan memahami SOP itu?', Tim Pemeriksa menjawab 'Oh iya, silakan.
Lima, Sepuluh menit?', saya menjawab, tidak.
Kecerdasan saya tidak cukup mampu memahami pesan-pesan yang tertulis dalam SOP itu.