SHF ditetapkan sebagai tersangka yang dijerat pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo pasal 341 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara.
Pendapat Pengamat
Sementara itu, Kurniasih Dwi Purwanti, Psikolog dari RSUD dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dan RS Ananda Purbalingga memberikan pandangannya.
Psikolog yang biasa disapa Uni ini mengungkapkan pengawasan orangtua menjadi aspek utama yang paling penting agar kejadian semacam ini tak terjadi.
"Perlu ditelisik pengawasan orangtua, itu yang pertama," ungkap Uni saat dihubungi Tribunnews melalui sambungan telepon, Kamis (20/2/2020).
Baca: Viral Polisi Nyamar Pakai Jaket Ojek Online & Kejar Nmax: Itu Jaket Teman Saya, Punya Saya Basah
Pengawasan orang tua yang dimaksudkan Uni lebih terfokus dari apa yang ditonton anak.
"Keduanya remaja dan sama-sama sudah baligh, lalu tontonan mereka seperti apa?" ungkapnya.
Uni menyebut, mayoritas kasus seksual di bawah umur yang sering ia tangani mayoritas berasal dari tontonan video dewasa.
"Hampir kebanyakan kasus yang saya tangani adalah berasal dari tontonan," ungkapnya.
Meskipun masih kecil, Uni mengungkapkan otak tetap akan merespons jika anak menonton konten-konten dewasa.
"Setelah menonton otak memberi respons dan ada perubahan dari alat kelamin."
"Anak 10 tahun pun bisa, itu kan kebutuhan dasar manusia," ungkapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ungkap Misteri Pemicu Siswi SMA Berhubungan Intim dengan Adik, PPPA Datangkan Psikolog".
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Kontributor Padang, Perdana Putra)