Bahkan terkadang Abdul Razak harus mendorong motor agar bisa naik.
Butuh waktu sekitar satu jam dari ujung kampung ke jalan menanjak itu. Bahkan harus melintasi sungai. Lalu setibanya di hutan, tim relawan masih harus berjalan kaki sejauh 500 meter menuju rumah gubuk yang berada di bawah bibir lembah gunung.
“Kondisinya memperihatinkan, tempat karantinanya sangat tidak layak. Lokasinya terletak di hutan,” kata Abdul Razak melalui telepon, dilansir Kompas.com, Jumat (1/5/2020).
Bantuan sembako yang diberikan kepada satu keluarga ini berupa beras, mie instan, air mineral, Al Quran, masker serta beberapa bahan pokok lainnya.
Kondisi memprihatinkan
Kondisi satu keluarga yang isolasi di dalam hutan di Polman memprihatinkan karena gubuk mereka tinggal sangat tidak layak.
Menurut Abdul Razak, gubuk berukuran 2x3 meter yang dihuni satu keluarga ini sangat memprihatinkan kondisinya.
Hanya ada lantai papan berdinding kain dan kayu.
Tiangnya ditopang kayu dan batu agar tidak roboh.
Keluarga ini sudah mengisolasi diri sejak 23 April, yakni Hasmiati, adiknya Wandi dan keponakannya Basri.
Mereka mengaku pulang dari Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Meski mendapat penolakan warga namun Hasmiati mengaku bersabar dan paham kehawatiran para tetangganya terkait Covid-19.
Karenanya ia berharap bisa menjalani masa karantina di dalam hutan dengan baik selama 14 hari.
Mereka mengaku sudah menjalani karantina selama sepekan. (Kontributor Kompas.com Polewali, Junaedi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu Keluarga Jalani Karantina di Hutan karena Ditolak Warga, Kondisinya Bikin Prihatin"