"Saat musim kemarau, suhu dapat mencapai 0 ºC atau lebih rendah lagi."
"Pola suhunya banyak dipengaruhi perpindahan dan pertukaran radiasi di permukaan, sirkulasi angin lembah dan angin gunung, serta sistem konvektif skala meso," bebernya.
Achadi juga menambahkan, tingginya kelembaban udara tersebut akibat kompleksitas pegunungan dan tutupan lahan.
Disinilah embun upas terbentuk.
"Pola kelembaban udara harian di Dieng dapat menjadi jenuh (terkondensasi) menjelang pagi hari, uap air di udara berubah menjadi titik-titik air, di saat yang bersamaan suhu udara harian juga menuju pada titik minimumnya mencapai 0 ºC atau bahkan minus," kata Achadi kembali menegaskan.
Baca: Viral Video Camat Samarinda Disuruh Bersihkan Sampah oleh Pimpinan Kantor, Dikira Petugas Kebersihan
Selanjutnya, akibat suhu lingkungan yang sangat dingin, titik-titik air (embun) yang telah terbentuk tersebut kemudian berubah menjadi kristal es (embun upas).
Embun upas akan bertahan ketika suhunya masih berada pada kisaran titik beku, seiring matahari mulai terbit, embun upas perlahan mencair dan sebagian menjadi uap air lagi.
Terakhir, Achadi menyebut dengan adanya data pengamatan cuaca yang akurat dan dengan peralatan yang terstandar di lokasi, pola pembentukan embun upas di Dataran Tinggi Dieng ini dapat diprakirakan secara baik dan menjadi daya tarik wisatawan.
Selain itu, fenomena embun upas di Dataran Tinggi Dieng menjadi satu dari laboratorium terbuka di alam.
"Beragamnya fenomena cuaca yang terjadi di setiap daerah menjadikan alam sangat menarik untuk dipelajari," tandasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)