Saat ditemukan tangan dan kepalanya sudah dijahit oleh pihak puskesmas.
Rani mengira bahwa putranya tersebut habis dipukuli oleh orang tidak dikenal.
Saat Rani menanyakan siapa pelakunya, Putra hanya menggeleng dan mengaku tidak tahu.
“Kebetulan setelah luka-luka itu ada orang yang menemukan Putra dan membawanya ke puskesmas sehingga bisa pulang lagi ke rumah," tambahnya.
Baca juga: Doktor HC Doni Monardo, Selarik Kisah yang Terpendam
Hal tersebut jadi alasan Rani selalu menunggui putranya bekerja.
Karena keterbelakangan mental dan sulit berkomunikasi, Rani pernah membawa Putra berobat ke rumah sakit jiwa.
“Setelah kejadian yang pertama pernah saya bawa ke rumah sakit jiwa, setelah diberi obat komunikasi dan cara bicaranya sudah mulai membaik," kata Rani.
Tapi setelah berobat yang pertama Putra tidak mau lagi dibawa ke rumah sakit.
“Awak ndak sakik do, manga pai barubek (saya tidak sakit, mengapa harus pergi berobat)," ucap Rani mencontohkan jawaban anaknya tersebut.
Oleh sebab itu, Rani tidak pernah lagi membawa Putra ke rumah sakit jiwa, walaupun katanya pengobatan rumah sakit jiwa tidak dipungut biaya.
Namun semenjak berhenti sekolah, Putra sudah bisa membantu biaya makan dan uang belanja adiknya.
Selama jadi manusia silver, Putra bisa mendapatkan Rp 50-80 ribu setiap harinya.
"Sekarang ia (Putra) sudah bisa nambah uang jajan sendiri, bantu uang makan di rumah dan membelanjakan adiknya," kata Rani.
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Kisah Remaja Keterbelakangan Mental jadi Manusia Silver di Padang, Selalu Ditemani Ibu
(Tribunpadang.com/Rahmat Panji)
Berita lainnya terkait kisah hidup.