TRIBUNNEWS.COM - Cagar Budaya Astana Oetara bersama Penerbit Buku Kompas menyelenggarakan kegiatan bincang virtual bertajuk “The Game Changer Ala Mangkunegoro VI”.
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 125 Tahun Jumenengan (naik takhta) Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunegoro VI (21 November 1896), seorang Raja Jawa pemimpin Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta pada tahun 1896 hingga 1916.
Dalam acara ini, turut diperkenalkan sebuah buku berjudul Mangkunegoro VI Sang Reformis, Sebuah Biografi yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas.
Buku ini ditulis oleh sekelompok anak muda pecinta sejarah yang tergabung dalam History Inc., berawal dari keingintahuan mereka untuk menggali aspek-aspek lain dari sosok Mangkunegoro VI sebagai seseorang yang terkenal hemat dan sederhana.
Mengulas kisah kepemimpinan K.G.P.A.A. Mangkunegoro VI, ada banyak hal yang menarik dari kisah hidupnya untuk dikaji dan dijadikan pelajaran bagi generasi saat ini, seperti bagaimana menggabungkan nilai modernitas sekaligus tradisional.
Tiga narasumber dihadirkan untuk memberikan perspektif yang beragam dari sudut pandang profesinya masing-masing.
Narasumber tersebut adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum., Pendiri Rumah Keratonan Dra. Krisnina Akbar Tandjung, M.Si., Pendiri IKAT Indonesia dan Edukator Wira Usaha Didiet Maulana.
Walaupun tetap mengemban nilai-nilai kebijaksanaan yang luhur dan agung yang diterima dari pendahulunya, Mangkunegoro VI merupakan sosok modern dan berpikiran terbuka.
Dilihat dari konteks perpolitikan Jawa, ia memiliki berbagai kekhasan dan kebijakan-kebijakan yang berbeda dari raja-raja Jawa sebelumnya.
Mangkunegoro VI memandang penting sektor pendidikan, termasuk mendirikan sekolah khusus perempuan yang menggunakan kurikulum pendidikan Eropa bernama Siswa Rini pada tahun 1912.
Ia sendiri mengenyam pendidikan di sekolah Belanda Europeesche Lagere School (ELS).
Hal unik lain adalah sikap stoik Mangkunegoro VI dalam mengurus keuangan Praja dan kelihaiannya dalam berbisnis serta keberhasilannya di bidang ekonomi.
Hal ini juga tidak lepas dari semangat barunya untuk mengubah tradisi lama dalam birokrasi feodal, didukung dengan karakternya yang memiliki sifat egaliter, antikolonialisme, dan multikultural.
Sejarawan Bondan Kanumoyoso mengatakan, “Mangkunegoro VI adalah seorang pendobrak yang mampu mengombinasikan arus deras kemodernan dengan budaya Jawa yang mengutamakan harmoni, dan dia melakukan itu tanpa menghancurkan tradisi yang ada, tetapi justru mengembangkannya sehingga Pura Mangkunegaran dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa yang paling siap menghadapi perubahan zaman”.