TRIBUNNEWS.COM, NEGARA - Demo sopir truk Over Dimension Over Load (ODOL) digelar dengan menutup Jalan Denpasar-Gilimanuk, Selasa (22/2).
Akibat dari penutupan jalan nasional ini, membuat kemacetan parah dari dua arah. Baik dari arah Pelabuhan Gilimanuk menuju ke Denpasar, atau sebaliknya.
Pantauan Tribun Bali di lapangan, kemacetan parah ini terjadi akibat penutupan jalan oleh belasan sopir truk yang memarkirkan truk di tengah jalan.
Mereka mengadang dari arah pelabuhan Gilimanuk, kemudian dari arah sebaliknya juga nampak dua truk dipalangkan di tengah jalan. Akibatnya dua arah jalan nasional tidak bisa dilintasi kendaraan.
Baca juga: Ganjar PranowoLibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas
Selain pengadangan jalan, sebagai bentuk aksi solidaritas, para sopir dan LSM yang mendampingi pun mengadang sopir truk lainnya yang melintas.
Mereka mengadang meminta supaya para sopir truk memarkir dan menyuarakan aksi di terminal Cargo Kelurahan Gilimanuk, sekitar pukul 10.00 Wita hingga 11.00 Wita.
Aksi para sopir truk dijaga polisi, TNI, petugas Dinas Perhubungan dan aparat lainnya. Dalam aksinya, karena masih dalam situasi pandemi Covid-19, Wakapolres Jembrana Kompol Marzel meminta supaya setiap pendemo, baik sopir, kerabat, keluarga atau LSM tetap taat dengan protokol kesehatan.
Demo berlangsung di areal terminal Cargo. Koordinator aksi berorasi menyuarakan aksi demo.
Setelah sekitar 10 menit menduduki Jalan Nasional Denpasar-Gilimanuk hingga membuat kemacetan arus lalulintas, ratusan sopir truk dan kenek serta LSM berorasi menyampaikan aspirasinya di Terminal Cargo Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya Jembrana.
Baca juga: Putri Bali Laksmi Siap Bertarung ke Ajang Putri Nasional Tahun 2022, Cok Ace Beri Wejangan
Tuntut Revisi Regulasi
Ada beberapa tuntutan yang dilakukan oleh sopir truk terkait kebijakan RUU Overdimension Overload (ODOL). Beberapa poin itu disampaikan, Koordinator Gerakan Aliansi Pengemudi Bali, Sugihartoyo alias Aan.
Aan mengatakan, beberapa poin yang menjadi tuntutan ialah revisi peraturan ODOL yang tertuang pada pasal 277 UU No 22 tahun 2009.
Kemudian, regulasi standar upah minimal menjadi sepantasnya. Selanjutnya ialah kepastian rujukan pengemudi yakni terkait dengan perusahaan, dealer/agen pemilik tunggal merek, pelaku ekpedisi, petani pemilik barang.
“Kami juga menuntut evaluasi terhadap kinerja Kepolisian dan Dishub, yakni terkait dengan mafia jual beli Buku KIR, dan mafia pungli Jembatan timbang,” ucapnya, Selasa.
Selain itu, menurut dia, ada tuntutan terkait dengan standar upah minimum menjadi standardisasi, kepastian muatan pasca normalisasi kepada driver logistik, biaya pemotongan untuk normalisasi.