Mengingat peristiwa yang berlangsung selama satu jam lebih itu membuat Zubaidah menggigil takut rumah roboh hingga kematian menjemputnya.
“Nggak ada lagi yang bisa dilakuin nenek kecuali berdoa sama Allah mau ke siapa lagi minta pertolongan akhir,” ungkapnya.
Menurutnya peristiwa banjir bandang bukan kali pertama tetapi sudah yang ketiga kalinya.
Zubaidah masih ingat tahun 1967 banjir bandang pernah menerjang rumahnya.
Kemudian lima tahun lalu juga terjadi galodo tetapi hanya dibagian jalan tak sampai menghancurkan rumah.
Beruntung tidak ada satupun korban jiwa di warga sekitar rumah Zubaidah.
Hanya material bangunan yang hancur dihantam galodo.
Tidak Ingin Mengungsi
Walaupun kejadian berulang kali rasa cemas itu tidak sampai membuat Zubaidah mau untuk diungsikan.
Baginya, rumah harus tetap dihuni selama belum bangunan belum roboh.
Zubaidah menolak untuk tinggal di rumah anaknya di Padang Kota.
Dia merasa lebih nyaman tinggal di rumahnya meski seorang diri.
Warga di Kecamatan Koto Tuo, Kabupaten Agam mulai membersihkan rumahnya secara mandiri.
Baca juga: Cerita Afdel Terobos Jalan Terputus ke Bukittinggi Demi Orang Tua
Sejauh ini warga membutuhkan bantuan air bersih sebab kualitas air menjadi buruk imbas galodo.
Sementara itu, sejumlah alat berat juga sudah mulai didatangkan untuk mengangkat sisa-sisa puing yang terseret banjir bandang dari hulu.