Agus lalu mengajak korban ke bagian belakang Teras Udayana.
"Saat itu tersangka mengatakan bahwa korban harus disucikan dari masalahnya di masa lalu dan caranya adalah mandi bersih dengan cara ikut bersama pelaku ke homestay itu," kata Ade.
Ade mengatakan, saat itu korban sempat menolak ajakan tersangka.
Namun, tersangka kemudian mengancam akan menceritakan aib tersebut kepada orangtua korban jika tidak menuruti kemauannya.
Takut dengan ancaman tersebut, korban M lalu menurut saat diajak tersangka ke salah satu homestay.
"Justru yang memaksa terjadinya perjalanan sampai ke homestay itu adalah karena paksaan dari si pelaku. Jadi manipulasi, ancaman, dan intimidasi itu dilakukan kepada si korban," kata Ade.
Menurut Ade, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi seseorang berbuat kejahatan jika memang sudah ada niat dan kesempatan.
"Jadi ketika kita melihat si pelaku yang ada keterbatasan (disabilitas) dan segala macamnya, kita tidak bisa kemudian semerta-merta menihilkan bahwa mereka punya upaya," kata Ade.
Apalagi tersangka adalah seorang yang produktif dalam kesehariannya.
"Dia bukan orang yang benar-benar kesulitan terkapar di kasur dan sebagainya. Kalau kita lihat keseharian dia adalah mahasiswa, dia bepergian kuliah, dia bisa bersama teman-teman dan lain sebagainya," kata Ade.
Menurut Ade, keterbatasan tersangka tidak semerta-merta menihilkan peluang kekerasan seksual terjadi.
Apalagi dengan yang dilakukan tersangka adalah dari ancaman intimidasi verbal.
"Mungkin bagi masyarakat, ya bagaimana ancaman dan intimidasi bisa berakhir di perkosaan, justru itu karena permainan emosi yang dilakukan oleh pelaku yang bisa melemahkan korban," kata Ade.
Pihaknya berharap masyarakat terus mengawal proses hukum ini untuk mengungkap siapa yang benar dan siapa yang salah.