TRIBUNNEWS.COM, NTB - Polisi kembali memeriksa I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung hari ini, Senin (9/12/2024).
Terduga pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan ini diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Agus Buntung menghadiri pemeriksaan mengenakan jaket berwarna hitam.
Dia nampak ditemani oleh ibunya dan kuasa hukumnya bernama Ainuddin.
Agus enggan berkomentar saat ditanya terkait materi pemeriksaan.
Dia hanya terdiam disamping ibunya.
Kuasa hukum Agus, Ainuddin mengatakan kasus yang menimpa kliennya masih terdapat sejumlah kejanggalan.
"Memang itu ada kejadian tetapi kejadian itu masih dalam tanda kutip, kita masih menunggu persidangan di pengadilan," kata Ainuddin, Senin (9/12/2024).
Ainuddin mengatakan berdasarkan pengakuan Agus kepada perempuan yang diduga menjadi korban tersebut, tersangka meminta tolong untuk diantar ke kampus.
"Sebelum diantar ke kampus di depan ada adegan mesum oleh orang lain. Si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi," kata Ainuddin.
Ainuddin menjelaskan setelah percakapan tersebut, korban membawa Agus melewati Islamic Center, di sana korban meminta Agus untuk duduk lebih depan.
"Ditanya oleh korban di mana tempat yang bagus untuk melakukan itu, Agus mengatakan tahu sehingga dibawalah ke homestay tersebut," jelasnya.
Namun pada saat itu kepada korban, Agus mengaku tidak memiliki uang sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.
Namun usai melakukan berhubungan di homestay tersebut Agus tidak menganti uang korban, hal tersebut yang membuat korban marah kepada Agus karena tidak memberikan yang yang dijanjikan sebelumnya.
"Agus tidak punya uang lalu menelpon temannya laki-laki, itulah kejadian ketemu laki-laki mengungkapkan sesuatu seolah-olah terjadi pemaksaan bagaiamana melakukan pemaksaan adegan lebih aktif perempuan," kata Ainuddin.
Penjelasan Berbeda dari Korban
Sebelumnya diberitakan pendamping korban dari Komunitas Senyumpuan, Ade Lativa Fitri mengungkapkan informasi dari pihak mahasiswi yang menjadi korban Agus Buntung.
Korban kekerasan seksual, kata Ade, tidak mengenal pelaku.
Keduanya juga belum pernah bertemu sebelum kejadian itu terjadi.
"Jadi benar-benar (baru pertama kali) bertemu di Taman Udayana, si korban sedang nongkrong-nongkrong mencari udara segar, tiba-tiba dihampiri si pelaku ini," tutur Ade dilansir dari Tribun Lombok, Minggu (1/12/2024).
Dijelaskan Ade, pertemuan keduanya berjalan normal.
Pelaku awalnya mengajak si korban ngobrol dan berkenalan.
"Tapi kemudian ada satu momen, dimana si pelaku ini dengan sengaja mengarahkan korban agar melihat ke satu arah, ke arah utara dari tempat duduk korban."
"Dimana di arah utara itu ternyata ada sepasang kekasih yang sedang melakukan aktivitas seksual," jelas Ade.
Korban yang melihat lantas kaget dan tiba-tiba menangis.
Pelaku yang melihat kondisi korban lantas mengajak pindah tempat untuk mendengarkan curhatan korban.
"Akhirnya korban ketakutan dan dia menangis. Nangisnya korban itu kemudian dijadikan sebagai cara si pelaku untuk membawa korban berpindah tempat."
"Jadi yang awalnya ngobrol di bagian depan (jogging track) di pinggir jalan banget, akhirnya diajak pindah ke belakang yang sepi tidak ada orang, tidak ada cctv," jelas Ade.
Dalam perjalanan ke bagian belakang, pelaku mulai menanyakan hubungan korban dengan mantan-mantannya.
"Kamu pernah ya melakukan ini, makanya kamu nangis ya, bla..bla..gitu," kata Ade, menirukan perkataan pelaku untuk mengintimidasi korban.
Pelaku memanfaatkan masa lalu korban untuk mengulik personal si korban.
Korban mulai merasa sedang dicari tahu kelemahannya dan diintimidasi.
"Sampai akhirnya si pelaku (tersangka) bilang ke korban, kamu harus mensucikan diri dari dosa-dosamu di masa lalu dengan cara kamu harus mandi bersih," ungkap Ade, dari pengakuan korban.
Korban saat itu sempat menolak untuk melakukan ajakan mandi bersih.
Namun, pelaku mengancam korban dengan ancaman akan menyebarkan aib korban kepada semua orang.
"Dia (tersangka) bilang, kamu itu sudah terikat sekarang sama saya, saya sudah tahu segala hal tentang kamu, saya akan laporkan semua itu ke orang tuamu," demikian ancaman pelaku ke korban.
Korban saat itu dalam kondisi tidak stabil pikirannya tambah ketakutan, sehingga korban terpaksa mengikuti permintaan pelaku.
"Akhirnya korban yang sedang dalam kondisi banyak pikiran merasa ketakutan dengan ancaman pelaku, akhirnya mengiyakan ajak pelaku dibawa ke homestay dengan dalih untuk membersihkan diri," ungkap Ade.
Korban mengakui homestay tersebut dibayar sendiri oleh korban dalam kondisi terancam dan disuruh oleh tersangka.
"Bukan secara sukarela memberi uang untuk membayar homestay, korban mengaku ketakutan, karena jika kabur korban pasti dikejar karena ada interaksi pemilik homestay dengan si pelaku," ujar Ade.
Akhirnya di homestay tersebut, tersangka melancarkan aksinya merudapaksa korban yang saat itu dalam kondisi tertekan dan terancam.
Korban, lanjut Ade, saat itu dalam posisi tidak bisa berbuat apa-apa karena secara psikologis tertekan.
Bahkan sampai saat ini korban masih merasa tertekan lantaran kesulitan melawan logika publik, di mana publik menyakini seorang disabilitas tidak bisa melakukan kejahatan seksual.
Lebih parahnya lagi, korban yang melapor ke pihak berwajib justru menjadi sasaran karena dianggap dia yang bersalah.
Korban pun sampai menutup akun media sosialnya karena tidak ingin mendengar hal-hal yang akan membuatnya semakin disalahkan.
"Korban saat ini hanya ingin ada orang yang percaya sama dirinya," ujar Ade, selaku pendamping.
Korban 13 Wanita
Kini ada 13 orang perempuan ikut melaporkan lantaran turut jadi korban Agus Buntung.
Mirisnya dari 13 orang perempuan tersebut ternyata ada anak yang masih di bawah umur.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi, Selasa (3/12/2024).
Joko menyebut 10 orang melaporkan kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS kepada KDD NTB.
Menurutnya, tiga di antara 10 pelapor masih berusia anak.
"Dari yang sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) di penyidikan kepolisian itu tiga orang, ditambah yang baru sampaikan ke kami itu 10 orang, jadi totalnya 13 orang," kata Joko.
Mengenai korban anak, ia menyebut pihaknya telah menyerahkan penanganan laporan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
IWAS pun berpeluang dikenakan pasal tambahan sehubungan kekerasan seksual terhadap anak.
"Apakah nanti ini akan masuk satu perkara atau laporan baru, ini yang masih jadi persoalan. Kalau yang berstatus anak-anak, kemungkinan akan ada laporan baru karena pasal yang diancamkan berbeda," kata Joko.
"Kalau memang nantinya (korban usia anak) sudah siap (melaporkan), kami akan bantu koordinasikan dengan Polda NTB," sambungnya.