Dilansir dari TribunJabar.id, Direktur Eksekutif Walhi Daerah Jawa Barat, Wahyudin, mengatakan hasil pemantauan citra satelit menunjukkan kehancuran hutan di beberapa kawasan di Sukabumi.
Kehancuran itu diduga kuat diakibatkan aktivitas pertambangan emas dan tambang galian kuarsa.
Salah satu kawasan yang terpengaruh adalah Kecamatan Waluran Jampang, di mana degradasi hutan diduga terkait dengan pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE), yang bertujuan menyediakan serbuk kayu untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhanratu.
"Dalam proyek ini, PT Perhutani selaku pengelola kawasan merencanakan pemanfaatan lahan seluas 1.307,69 hektare," kata Wahyudin dalam keterangannya kepada awak media pada Jumat (13/12/2024).
Ia menyebut aktor perusahaan yang diduga terlibat dalam kegiatan tersebut antara lain Perum Perhutani, PT PLN, dan PT BA, dengan kemungkinan keterlibatan perusahaan seperti Sinar Mas dan beberapa perusahaan asal China.
Wahyudin juga mengungkapkan dugaan keterlibatan perusahaan lain yang bergerak di bidang serbuk kayu, seperti PT PLN Persero, PT Sinar Mandiri, dan PT Makmur Jaya Corporindo.
“Banyaknya perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan tanaman kaliandra dan gamal, yang sesungguhnya hanya menjadi kedok untuk menutupi aktivitas tambang ilegal. Tanaman-tanaman ini kemudian dipanen untuk pasokan serbuk kayu ke PLTU," kata dia.
Selain itu, Walhi Jawa Barat juga menemukan kegiatan tambang emas di kawasan hutan yang diduga dilakukan oleh PT Wilton di Ciemas dengan luas konsesi 300 hektare, serta di Kecamatan Simpenan yang diduga dilakukan oleh PT Generasi Muda Bersatu.
Bahkan, lanjut dia, kawasan perhutanan sosial tidak luput dari aktivitas tambang, seperti yang terjadi di petak 93 Bojong Pari dan Cimaningtin dengan luas 96,11 hektare.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak termasuk dalam lokasi pertambangan dan bukan merupakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Bencana ekologis yang melanda wilayah Sukabumi, menurutnya, jelas dipengaruhi oleh kontribusi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
Oleh karena itu, kata dia, Walhi Jawa Barat mendesak Kepolisian untuk menegakkan hukum terkait tindak pidana lingkungan.
"Kami juga mendesak pemerintah untuk menuntut perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan lingkungan, mengganti kerugian yang diderita masyarakat, dan mengevaluasi areal perhutanan sosial yang dijadikan objek tambang," kata Wahyudin.
Selain itu, kata dia, Walhi juga keberatan bila pemulihan lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat hanya dibebankan kepada negara.