Ditulis oleh : Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu
TRIBUNNERS - Selama tahun 2015 kinerja pemerintah Jokowi - JK di bidang ekonomi jauh dari harapan masyarakat.
Hal itu tentulah dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya akibat keadaan ekonomi dunia yang didera krisis, serta menurunnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang menjadi mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
Faktor ke dua adalah megalomania program ekonomi Jokowi- JK yang tidak sikron dengan APBN 2015, dimana disusun oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya, SBY- Budiono.
Apalagi diawal tim ekonomi Jokowi bukan tim yang siap menghadapi transisi kekuasaan. Sekalipun dipertengahan tahun 2015 tim ekonomi dirombak tetapi pengantinya juga afkiran atau orang orang gagal dalam membangun ekonomi Indonesia.
BUMN yang diharapkan memiliki andil dalam memdongkrak keterpurukan, justru melempem akibat tindakan Menteri BUMN yang selalu bikin gaduh.
Mulai dari membangun kereta cepat Jakarta-Bandung yang belum dibutuhkan, malah justru membesarkan fiskal pada nantinya,dan malah akhirnya meyebabkan penilaian negatif dari negara Jepang yang merupakan mitra lama Indonesia.
Selain itu terjadi privatisasi JICT dengan melanggar UU dan berpotensi merugikan negara trilunan Rupiah.
Akibatnya PMN BUMN di APBN 2016 ditolak oleh DPR.
Juga disektor perikanan kebijakan menteri Susi banyak meyebabkan nelayan menganggur dan kehilangan pendapatan akibat megalomania ilegal fishing oleh nelayan asing malah nelayan lokal yang disapu bersih.
Begitu juga nasib petani disektor pangan juga dibanjiri produk import sehingga petani merugi. Juga petani sawit terkena pungutan ketahanan energi yaitu pungutan eksport CPO sebesar 50 USD.
Disisi pengolahan ESDM, menterinya justru menyebabkan Jokowi melanggar UU Minerba dengan mengeluarkan izin eksport konsetrat tambang dan menciptakan mafia migas baru di ISC Pertamina dengan pembungkus membubarkan Petral.
Dana Subsidi BBM yang dialihkan kesektor infrastruktur juga belum terlihat semua masih proyek proyek infrastruktur era SBY.
Hal ini terhambat karena adanya ego lintas sektoral serta adanya pengaruh stempel politik yang terkesan terjadinya faksi pejabat eselon dua-nya SBY versus pejabat eselon didepartemen yang berfaksi Jokowi, sehingga merusak irama birokrasi yang merdu disetiap departemen.
Peyelesaian sengketa lahan untuk infrastruktur juga penyebab program infrastruktur Jokowi terhambat hal ini menunjukan bahwa dua institusi yang berhubungan dengan penyedian lahan yaitu Kehutanan dan BPN yang diisi oleh dua pejabat yang berasal dari parpol yang sama ternyata justru gagal.
Disektor perlindungan industri nasional juga mengalami kegagalan. Karena kebijakan yang digunakan justru kebijakan upah murah untuk buruh.
Justru ini kebijakan yang salah karena dengan upah murah bisa meyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Padahal kebijakan yang diperlukan untuk melindungi industri nasional berorietasi Eksport harus adanya kebijakan dari sisi fiskal dengan menurunkan pajak PPN serta menghilangkan pajak import untuk bahan baku Industri nasional.
Kantor Staff Kepresidenan yang memiliki peran penting untuk mengsinkronisasi semua program program kerja Jokowi ke semua departemen dan legislatif yang seharusnya di isi oleh sosok yang punya jaringan dan pengalaman luas di birokrasi dan legislatif justru di isi oleh sekelas tokoh LSM yang tidak punya kompentensi untuk membantu kerja kerja kestaffan di Kantor Presiden
Sebenarnya gaya kepemimpinan Jokowi sangat mendukung untuk merealisasikan program program pembangunannya, tetapi sayang dalam pemilihan staf Jokowi masih belum mampu memilih yang terbaik, dan kompeten.
Sehingga hal itu tak pelak harus berujung kepada reshuffle kabinet agar program program Jokowi terealisasi bagi kesejahteraan masyarakat.
Semoga saja hal itu bisa menjadi peringatan darurat bagi Jokowi - JK, agar tidak terlambat dalam merealisasikan janji kampanyenya.