TRIBUNNERS - Sudah hampir dua tahun masyarakat Kampung Legok Kiara, dan Kampung Bebedahan, Kabupaten Bandung, hidup di tempat tinggal sementara yang disediakan pemerintah.
Hal itu menyusul peristiwa retaknya tanah yang mengakibatkan longsor dan amblas di dua kampung tersebut.
Warga mau tidak mau pindah di tempat yang ditentukan oleh Pemkab Bandung sebagai tempat tinggal sementara, setelah kajian yang dilakukan oleh SDAPE dan Badan Geologi menyebutkan bahwa tanah di Legok Kiara tidak boleh dijadikan pemukiman karena labil dan rawan bencana longsor.
Berdasarkan kajian tersebut pada tanggal 11 Februari 2015 Pemkab Bandung memberlakukan tanggap darurat di lokasi bencana sampai dengan tanggal 1 Maret.
Selama fase tanggap darurat, Pemkab Bandung menyatakan akan mendirikan hunian sementara dari bambu.
Hak-hak warga di lokasi bencana juga dicabut, sehingga mereka tidak bisa menempati dan beraktifitas di lokasi bencana.
Namun hingga tanggal 1 Maret 2015, hunian sementara bagi warga belum rampung dikerjakan hingga fase tanggap darurat diperpanjang selama tujuh hari, yaitu sampai 8 Maret 2015.
Selama tanggap darurat warga tinggal di tenda pengungsian di Kampung Legok kiara dan Kampung Tutugan Desa Rawabogo.
Ketika berada di tempat pengungsian, warga sempat melakukan audiensi dengan pemkab sebanyak dua kali di Kantor Desa Rawabogo dan kantor RW.
Dalam kesempatan itu, disepakati mengenai rencana relokasi warga ke tempat yang baru.
Setelah ada kesepakatan itu, sebagian warga membongkar rumah mereka yang berada di lokasi bencana, karena jika tidak, maka Pemkab Bandung akan membongkarnya dengan paksa.
Hanya 6 KK yang menolak direlokasi dengan menandatangani surat perjanjian di atas materai yang isinya menyatakan tidak akan menyalahkan pihak manapun termasuk pemkab, jika terjadi bencana alam di tanah yang mereka tinggali.
Pasckesepakatan diambil, tempat pada tanggal 8 Maret tahun 2015 warga pindah dari tenda pengungsian ke hunian sementara dan tanggap darurat dicabut.
Perihal relokasi, BPBD menyatakan siap untuk membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum, sementara rumah menjadi tanggung jawab dinas sosial.
Lokasi relokasi yang diajukan oleh Pemerintah Desa Rawabogo kepada BPBD adalah di Legok Kole. Lokasi ini langsung diteliti oleh Badan Geologi dan dinyatakan aman serta layak untuk dijadikan pemukiman dengan syarat ada pembangunan TPT. Tanah tersebut merupakan tanah hak milik.
Selama tinggal di hunian sementara, warga terganggu secara psikologi karena belum mendapatkan kepastian relokasi, meskipun aktifitas ekonomi masih bisa berjalan.
Kondisi rumah tinggal sementara para warga kini sudah tak layak huni. Banyak bangunan yang bocor, dan miring, sehingga terpaksa disangga dengan alat seadanya.
Selain itu dinding yang dibuat dari kayu sangat tipis dan tidak mampu melindungi warga dari dinginnya malam.
Kenyataannya janji-janji yang telah diucapkan oleh Pemkab Bandung hingga hari ini belum juga terealisasi.
Upaya-upaya sudah warga tempuh untuk mempercepat realisasi. Namun sampai hari ini warga belum mendapatkan kepastian.
Hal ini menunjukan Pemerintah Kabupaten Bandung tidak serius dalam memberikan hak warga atas penghidupan yang layak sesuai dengan amanat konstitusi.
Oleh karena itu kami meminta, pengadaan tanah 8 tumbak, dan rumah panggung yang dibiayai oleh Pemkab Bandung untuk 41 Kepala Keluarga korban gerakan tanah.
Kami meminta juga diadakan fasilitas sosial dan umum, untuk memenuhi kebutuhan dasar di tempat relokasi.
Mengenai hunian sementara yang ditinggali oleh warga, kami meminta kepada Pemkab Bandung segera melakukan perbaikan, jika pembangunan hunian baru membutuhkan waktu lebih dari satu bulan.
Kami juga meminta mengenai berita acara kesepakatan tentang kepastian waktu dan target penyelesaian pembangunan hunian warga di tempat relokasi.