Tito Karnavian memiliki catatan buruk ketika menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Tito melakukan kriminalisasi terhadap para buruh yang menyampaikan pendapat dimuka umum pada tanggal 30 Oktober 2015 di depan istana negara, untuk menuntut dicabutnya PP Pengupahan.
Dalam aksi damai buruh tersebut, Polda Metro Jaya dan jajarannya membubarkan aksi secara paksa, dan disertai dengan aksi kekerasan dari aparat kepolisian terhadap massa aksi.
Puluhan buruh terluka dan mobil komando milik buruh juga rusak akibat kekerasan polisi.
Tidak hanya sampai disitu, 23 orang buruh, 2 pengacara publik LBH Jakarta yang mendampingi aksi, dan 1 orang mahasiswa dikriminalisasi dengan tuduhan melawan perintah aparat, dan saat ini harus menjadi terdakwa di pengadilan negeri Jakarta Pusat.
Terkait hal ini, Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa menegaskan bahwa meskipun Tito dinilai berprestasi dan salah satu perwira terbaik yang dimiliki Polri, akan tetapi Tito memiliki beberapa permasalahan khususnya terkait dengan isu hak warga negara untuk menyampaikan pendapat.
Tindakan Polda Metro Jaya dibawah komando Tito yang mengkriminalisasi aksi Buruh yang berlangsung damai tentu sangat disayangkan.
“Tito lebih memilih menggunakan pendekatan kekuasaan dalam menghadapi aksi buruh”.
Begitupula halnya dengan kriminalisasi terhadap dua orang pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta yang mendampingi para buruh. “Kriminalisasi terhadap pengabdi bantuan hukum yang memiliki hak imunitas tentu mengingatkan kita pada pada rezim orde baru”.
Polisi dan Pembubaran Kegiatan Hak Asasi Manusia
Pada akhir februari lalu acara Belok Kiri Fest yang menggelar kegiatan berupa workshop, pemutaran film, pentas musik, dan diskusi korban dengan mengangkat tema pelanggaran HAM, kekerasan negara terhadap masyarakat, ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan pembelokkan sejarah, mengalami gangguan salah satunya dari oknum kepolisian diwilayah Jakarta.
Acara ini pada dasarnya telah memperoleh izin, namun karena ada tekanan dari Ormas tertentu, pihak kepolisian justru memilih membubarkan acara tersebut.
Alghif menjelaskan bahwa sikap Tito yang tidak betul-betul menghormati hak asasi manusia juga terlihat saat tidak melindungi kegiatan Belok Kiri Fest, sebagai acara yang mempromosikan Hak Asasi Manusia, kepolisian justru malah mendiamkan atau bahkan menyetujui pembubaran acara tersebut.
Alghif juga menyinggung tindakan tito yang begitu represif dalam menangani aksi penyampaian pendapat dimuka umum saat melakukan penangkapan besar-besaran dan kekerasan terhadap Aliansi Mahasiswa Papua.
Polisi dan Penggusuran