Sepanjang karirnya menjadi Kapolda Metro Jaya, Tito bertanggungjawab atas keterlibatan kepolisian dalam serangkaian aksi penggusuran di Jakarta.
Tito mengatakan bahwa Polda tidak memiliki kewenangan untuk memimpin relokasi, dan pada dasarnya tugasnya membantu program pemerintah agar relokasi dapat berjalan dengan lancar dan tidak dengan cara kekerasan.
Tito juga membenarkan keterlibatan TNI dalam penggusuran (Kalijodo) dengan alasan diperlukan keterlibatan TNI untuk menghindari konflik dengan institusi lain, karena ada oknum tentara yang “bermain” di Kalijodo”.
Terkait hal ini, Pengacara Publik LBH Jakarta, Arif Maulana menyatakan “Tito inkonsisten dalam menempatkan peran dan fungsi kepolisian”.
Arif menjelaskan bahwa fungsi Polisi berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian diantaranya adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Dalam penggusuran di wilayah DKI Jakarta, hampir seluruhnya masih belum jelas status kepemilikan tanahnya, sehingga kehadiran Polisi dalam situasi penggusuran, semestinya bukanlah sebagai pihak yang turut membantu melakukan penggusuran, melainkan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat," jelas Arif.
Arif menambahkan, begitupula halnya dengan keterlibatan TNI, alasan yang dikemukakan Tito juga tidak serta merta menjadi dasar pembenar terhadap penyalahgunaan tugas dan fungsi TNI.
Pelanggaran HAM di Papua
Sepanjang tahun 2013, Tito yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Papua, diduga bertanggung jawab atas rangkaian dugaan pelanggaran HAM berupa penembakan, penghilangan paksa, pembunuhan, pelarangan dan pembubaran unjuk rasa yang diantaranya mengakibatkan korban 3 tewas, 2 luka-luka dan penangkapan sewenang-wenang terhadap 26 orang.
Terkait dengan dugaan adanya penangkapan dan atau penahanan sewenang-wenang, dikonfirmasi oleh Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai yang menyebutkan bahwa Tito memang melanjutkan kebijakan terkait tahanan politik, sekalipun angkanya tidak sebanyak sebelumnya.
Terkait hal ini, Ichsan Zikry menyebutkan “Catatan terkait dugaan pelanggaran HAM di Papua sepanjang Tito menjabat sebagai Kapolda menunjukkan adanya kontradiksi antara sosok seorang Tito yang disebut-sebut sebagai orang yang sangat memahami nilai-nilai HAM, justru pada kenyataannya masih ikut serta menjadi bagian dari pelaku pelanggar HAM dan tidak benar-benar menghormati, memenuhi, melindungi Hak Asasi Manusia secara utuh”.
Berdasarkan catatan-catatan kami diatas, LBH Jakarta menuntut sebagai berikut:
1. Kepada siapapun kandidat Kapolri terpilih untuk memastikan reformasi di tubuh Polri khususnya dalam mendorong profesionalisme, independensi, trasparansi dan akuntabilitas kepolisian dalam menjalankan tugas dan fungsi kepolisian;
2. Kepada kandidat Kapolri terpilih untuk mendorong terwujudnya polisi sipil yang humanis dengan memastikan komitmen Kepolisian RI untuk menghormati, memenuhi dan melindungi Hak Asasi Manusia dalam menjalankan tugas dan fungsi Kepolisian;
3. Mendesak kandidat Kapolri, Tito Karnavian untuk meminta maaf dan bertanggungjawab atas segala tindakan terkait pengekangan kebebasan berekspresi dan berpendapat, tindak kekerasan, kriminalisasi, dan penyalahgunaan wewenang yang pernah dilakukan.
Hormat Kami, LBH Jakarta