Potensi kerugian dihitung berdasarkan perubahan ekosistem dan angka kerugian nelayan.
Isu marginalisasi masyarakat adat, absennya keterlibatan pemerintah provinsi, kabupatan dan wakil masyarakat adat serta pengabaian isu lingkungan dalam pembahasan re-negosiasi kontrak menjadi alamat buruk bagi tata kelola pertambangan di masa mendatang.
Pemerintah semestinya belajar dari rezim terdahulu yang lalai mensejahterakan rakyat di sekitar wilayah operasi pertambangan.
Sudah lebih dari cukup, selama hampir separuh abad masyarakat di lingkar tambang menjadi penonton dan korban dari deru mesin kapitalisme global yang beroperasi di tanah ulayatnya.
Sudah saatnya mereka didaulat menjadi tuan di negeri sendiri.