Oleh: Syamsuddin Radjab
Alumni Program Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Staf Pengajar HTN UIN Alauddin Makassar
TRIBUNNEWS.COM - Pengujian UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali mengemuka di media massa dan menjadi perdebatan publik setelah DPP Partai Perindo pimpinan Hary Tanoesoedibjo melalui kuasanya LBH Perindo mengajukan peninjauan kembali (judicial review) Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu karena dinilai bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 7 UUDN RI 1945.
Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu berbunyi “Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 [ima) tahun.” Sementara batang tubuh Pasal 169 huruf n UU Pemilu berbunyi “Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Sementara ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUDN RI 1945 berbunyi “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” dan Pasal 7 UUDN RI 1945 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Jika mengamati pasal yang dimohonkan dan pasal yang dinilai bertentangan dengan UUDN RI 1945 maka akan terkait dengan kedudukan hukum (legal standing) pemohon dan kerugian hak konstitusional yang dialami pemohon atau minimal berpotensi merugikan pemohon atas keberlakuan pasal, ayat dan/atau bagian undang-undang, dalam hal ini UU Pemilu.
Pengujian Pasal 169 huruf n UU Pemilu, sebelumnya telah diajukan oleh kelompok masyarakat dan individu, namun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa permohonan para pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) karena soal kedudukan hukum atau mengandung cacat formil yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 Jo. Pasal 3 PMK No. 6 Tahun 2005.
Berdasarkan putusan MK No. 36/PUU-XVI/2018, MK memberikan kesempatan bagi partai politik peserta pemilihan umum yang tidak ikut dalam pembahasan UU Pemilu di DPR dan juga sesuai dengan ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUDN RI 1945. Partai Perindo juga telah memenuhi syarat sebagai partai politik peserta pemilu 2019 sesuai Ketetapan KPU No. 58/PL.01.1-Kpt/03/KPU/II/2018 sehingga memiliki kedudukan hukum yang kuat.
Harus dibedakan antara persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (Pasal 169) dan tata cara penentuan pasangan calon (Pasal 222) yang diatur dalam ketentuan berbeda dalam UU Pemilu.
Masa Jabatan Wapres
Salah satu tema besar yang diperbincangkan negara-negara yang menganut klaim demokrasi dan negara hukum yakni masa jabatan pimpinan nasional baik yang menganut sistem pemerintahan parlementer maupun presidensial termasuk pada negara berbentuk monarki bahkan negara sosialis-komunis pun memberikan batasan masa jabatan Presiden.
Masa jabatan Wakil Presiden (Wapres) selalu bergandengan dan tidak dapat dipisahkan dengan masa jabatan Presiden yakni selama lima tahun dan dibatasi hanya dua periode masa jabatan sebagaimana ketentuan Pasal 7 UUDN RI 1945.
Partai Perindo telah memutuskan dan mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yakni Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. M. Jusuf Kalla pada pemilu 2019 dengan pelbagai pertimbangan objektif dan strategis termasuk penilaian atas keberhasilan program nasional keduanya dengan jargon Nawacita.
Sayangnya, keinginan Partai Perindo terhalang dengan ketentuan penjelasan Pasal 169 huruf n dengan adanya tambahan frasa “maupun tidak berturut-turut” sehingga pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena mempersempit atau menambahkan norma baru dalam batang tubuh UU Pemilu.
Pasal 169 UU Pemilu mengatur persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden dan yang dimaksud Presiden dan Wakil Presiden merujuk pada ketentuan UUDN RI 1945 (Pasal 1 ayat 3 UU Pemilu). Maka seharusnya syarat calon Presiden dan Wakil Presiden disesuaikan dengan Pasal 6 ayat (1) UUDN RI 1945 dan tidak dicampur adukkan dengan pembatasan masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UUDN RI 1945.