Oleh: Retno Listyarti
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Polres Gresik yang sudah bertindak cepat dan berhasil memfasilitasi penyelesaian kasus “siswa SMP di Gresik yang merokok di kelas dan menantang guru yang menegurnya”, sehinga tercapai perdamaian dan si siwa sudah meminta maaf kepada gurunya.
Namun, KPAI menyesalkan sanksi yang diberikan pihak sekolah kepada anak pelaku berpotensi kuat tidak memberikan efek jera dan dapat menjadi presiden buruk bagi kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Pertama, dari keterangan Kepala Sekolah diinfokan bahwa siswa pelaku dijatuhi sanksi berupa “wajib sholat berjamaah selama tiga hari berturut-turut”. Sanksi semacam ini niatnya baik, yaitu untuk mendidik agama siswa yang bersangkutan.
Baca: Hotman Paris Sumbang Pak Alim Guru yang Ditantang Murid: Agar Bajunya Rapi dan Berwibawa di Kelas
Namun, sanksi menghukum sholat akan menimbulkan salah persepsi anak terkait makna sholat.
Sholat yang semestinya dilakukan dengan kesadaran sebagai cermin ketaatan manusia kepada Tuhannya akan diartikan si anak sebagai hukuman.
Orang yang melakukan sholat bisa dipersepsikan sedang dihukum.
Soal BAB 4 Matematika Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka Beserta Kunci Jawaban, Pengukuran Luas dan Volume
KPU Sabu Raijua Klarifikasi Dokumen Krisman Riwu Kore yang Tersebar di Media Sosial - Pos-kupang.com
Ini jelas menyalahi makna dan kekhimatan sholat itu sendiri. Selain itu, hukuman semcam ini kemungkinan tidak menimbulkan efek jera pada anak yang bersangkutan.
Kedua, Ketika KPAI menanyakan kepada Kepala Sekolah, apakah sanksi semacam itu ada dalam aturan sekolah? Ternyata jawabannya tidak ada.
Sanksi dalam aturan sekolah untuk siswa yang melawan guru adalah melakukan push-up sebanyak 20 kali.
Hukuman fisik semacam push-up dan sit-up jika tidak dilakukan dengan tepat malah akan berpotensi menimbulkan cedera pada anak.
Untuk itu KPAI merekomendasikan :
1. Dari berbagai kasus kekerasan di pendidikan yang terjadi di tahun 2018, baik kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, siswa terhadap guru dan antara sesama siswa, menunjukkan bahwa banyak sekolah “gagap” menanganinya.
Kegagapan dipicu oleh factor kekhawatiran dianggap melanggar UU Perlindungan Anak.