News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

58,8 Persen TKI Tamatan SMP ke Bawah: Kalau pun Bisa Bekerja, Mereka akan Menjadi Pekerja Kasar

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Forum Group Discussion (FGD) bertema “Pendidikan Kritis dan Isu Nasionalisme Tenaga Kerja” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Pedagogik (FDP) Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta di Ruang 104, Gedung Pascasarjana UNJ.

Berkaitan dengan banyaknya TKA, menurut Ismail, hal itu merupakan dampak dari pemberlakuan AFTA pada Januari 2015.

"Sekarang TKA Korea sekitar 9000-an orang, Malaysia 4000-an orang, China sekitar 36000 orang," Ungkap Ismail tentang 3 negara asing yang memiliki pekerja terbesar di Indonesia.

Itupun, kata Ismail, para TKA itu merupakan pekerja profesional, bukan buruh serabutan.

"Kalau tenaga kerja kasar ya kita (Pemerintah) pasti tolak," kata Kapuslitbang Ketenagakerjaan, Ismail Pakaya.

Betapapun TKA China mencapai 36 ribu orang, kata Ismail, namun jumlah itu masih jauh lebih sedikit dibanding jumlah TKI yang bekerja di China.

Data BPS per Desember 2017, jumlah TKI di sejumlah wilayah China mencapai ratusan ribu: Di Makau 20 ribu jiwa, di Hongkong 150 ribu jiwa, dan di Taiwan 200 ribu jiwa.

Total jumlah TKI yang di Makau dan Hongkong saja sudah 170 ribu sekitar 1,5 tahun lalu.

Itu berarti jumlah TKA China di Indonesia belum ada 30 persen dibanding TKI yang bekerja di RRC.

Kendatipun para TKA itu pekerja profesional, selama Indonesia bisa menyediakan tenaga lokal yang memiliki kemampuan melebihi para TKA atau minimal setingkat, tentunya pertumbuhan TKA di dalam negeri bisa dibuat zero.

Peluang menempatkan 1500 TKI yang dibutuhkan oleh Pegatron, perusahaan iPhone asal Taiwan baru-baru ini lewat begitu saja.

Penyebabnya, kata Ismail, tenaga kerja Indonesia tidak memenuhi kualifikasi pengoperasian teknologi tingkat tinggi Pegatron, yang kini sudah direlokasi di Batam.

Isu dan Tantangan

Berkaitan dengan persoalan kualitas itu, Ismail Pakaya mengingatkan beberapa isu dan tantangan ketenagakerjaan sekarang.

Isu tentang automasi kerja di Indonesia pun telah terjadi, dan akan berdampak pada pergeseran lapangan pekerjaan, dan munculnya jenis pekerjaan baru.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini