"Kalau pun bisa bekerja, mereka akan menjadi pekerja kasar," kata Ismail.
Termasuk dalam upaya peningkatan kualitas angkatan kerja, kata Ismail, perlu dilakukan percepatan untuk penyerapan pekerja dari tamatan pendidikan menengah (SMK/SLTA) dan perguruan tinggi).
Saat ini, pengangguran terbuka untuk lulusan SMA mencapai 6,78 persen, SMK 8,63 persen, Diploma (I/II/III) 6,89 persen, dan S1 sebanyak 6,24 persen.
Selain masalah pentingnya peningkatan kualitas, tantangan ketenagakerjaan lainnya adalah penempatan dan perluasan kesempatan kerja yang terdiri dari dua hal:
Pertama, vertical mismatch, ketidaksesuaian tingkat pendidikan dengan tingginya kualifikasi pendidikan lapangan kerja.
Sebanyak 53,33 persen tingkat pendidikannya TKI masih sangat rendah, dari persentase itu, 41,51 persen hanya mengenyam pendidikan SD ke bawah.
Kedua, adalah masalah horizontal mismatch, yaitu latar belakang pendidikan dan keterampilan para TKI tidak sesuai dengan bidang pekerjaan yang dijalani.
Mereka itu itu berjumlah 60,62 persen.
Berkaitan dengan tantangan rendahnya tingkat pendidikan, Pemerintah menginginkan tenaga kerja Indonesia minimal lulusan SMK sederajat.
"Apalagi, lima tahun ke depan kita fokus mengembangkan kualitas sumber daya manusia," kata Ismail.
Menaikkan level pendidikan, menurut Ismail Pakaya sangat penting.
"Pendidikan lebih tinggi lebih rendah risiko di-automasi. Jadi pekerja dengan keterampilan teknis perlu menambah keterampilan lain yang cenderung sulit di-automasi, terutama kemampuan managerial dan leadership," kata Ismail Pakaya.
Namun karena SMK belum bisa menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan industri, maka SMK kini menjadi penyumbang pengangguran terbesar dibanding lulusan satuan pendidikan di semua tingkatan.
"Industri lebih memilih lulusan SMA dibanding SMK. Alasan industri memilih lulusan SMA, karena lebih mudah daripada merekrut yang SMK. Kalau anak SMK jurusan mesin, dipindahkan ke bukan mesin itu susah, sebaliknya SMA lebih mudah beradaptasi," kata Ismail.
Menghadapi permasalahan tersebut, kata Ismail, Pemerintah berupaya menguatkan relevansi dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia industri.
Kemenaker menyusun beberapa strategi, salah satunya berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk menyarankan perubahan kurikulum pendidikan di SMK.
Penyusunan itu bertujuan agar tenaga kerja Indonesia memiliki kualitas yang dibutuhkan dunia industri.