Pancasila tidak memerlukan haluan karena dasar dan ideologi negara, haluannya sendiri pada proses pengelolaan penyelengaraan negara yang diambil dari sila Pancasila sebagai dasar negara.
Karenanya, RUU ini lebih tepat dengan judul RUU HPN (Haluan Penyelenggaraan Negara). Dan kian dipersempit dengan frasa lanjutannya “..melalui Pemerintah Negara Indonesia..”, padahal soal Pancasila bukan semata-mata aspek pemerintah namun semua penyelenggaraan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) serta lembaga-lembaga lainnya yang dibentuk oleh UUD, UU, dan peraturan dibawahnya.
Ketiga, Rujukan konsideran mengingat. Pada konsideran mengingat yang biasa merujuk pada landasan yuridis yang lebih tinggi secara hierarki sebenarnya cukup dengan Pasal 20 dan Pasal 21 UUDN RI 1945 terkait dengan kekuasaan dan hak DPR mengusulkan RUU.
Pencantuman beberapa TAP MPR justeru mempersempit cakupan RUU HIP hanya pada muatan norma yang diatur dalam TAP MPR tersebut.
Hal ini juga untuk menghindari debat berkepanjangan soal TAP MPR No. XXV Tahun 1966 tersebut. Jika pembentuk RUU HIP konsisten dengan judul UU-nya maka wajar TAP MPR dimaksud dimasukkan karena mengatur soal ideologi.
Jika judul RUU diubah sebagaimana saran diatas menjadi RUU HPN dengan sendirinya TAP MPR yang melarang ajaran ideologi komunisme/marxisme-leninsme akan dikesampingkan.
Keempat, Substansi RUU HIP.
RUU HIP terdiri dari 9 BAB dan 60 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (1 Pasal), haluan ideologi Pancasila (17 Pasal), HIP sebagai pedoman pembangunan nasional (15 Pasal), HIP sebagai pedoman sistem nasonal Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi (3 Pasal), HIP sebagai sistem nasional kependudukan dan keluarga (3 Pasal), pembinaan haluan ideologi Pancasila (15 Pasal), partisipasi masyarakat (1 Pasal), pendanaan (1 Pasal), ketentuan peralihan (1 Pasal), dan ketentuan penutup (3 Pasal).
Beberapa perhatian penting: Pertama, Pasal 1 ayat (1) soal Pancasila sebagai dasar negara belum ada landasan hukumnya dan harusnya dimuat dalam UUDN RI 1945 dimasa mendatang dan bukan dalam UU.
Alinea ke-4 dalam Mukaddimah UUDN RI 1945 yang memuat sila dalam Pancasila lebih bermakna sebagai dasar nilai intrinsik yang terus menjiwai dalam pencapaian tujuan bernegara dan bukan merupakan penentuan norma dasar negara Indonesia.
Kedua, Dalam Pasal 5 dan Pasal 10 RUU HIP, nampaknya perumus DPR kesulitan membedakan antara tujuan dan visi sehingga rumusan normanya disamakan.
Padahal bangunan visi untuk mencapai tujuan dan rumusan visi Indonesia hingga 2045 telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi yakni pembangunan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.
Ketiga, Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) terkait sendi pokok Pancasila dan ciri pokok Pancasila memuat keadilan sosial dan keadilan (tanpa sosial) lalu keadilan apa yang dimaksudkan?
Ini berbeda dengan rumusan BPIP yang memuat keadilan substansial. Dibutuhkan penjelasan Pasal terkait dengan hal tersebut.