Tentu perlu dipikirkan bagaimana pola komunikasi Turki pasca kebijakan Hagia Sophia ini.
Sebab kita mengetahui bahwa Paus di Vatikan dan Uskup Agung Canterbury merupakan pihak yang melakukan perbincangan langsung dan memiliki kesamaan pandangan dengan Erdoğan tentang upaya melindungi status Yerusalem sebagai kota tiga agama, merawatnya sebagai warisan UNESCO, dan membentuk aliansi antar peradaban.
Populisme yang dipilih Erdoğan dalam kebijakan Hagia Sophia ini tidak boleh menjadi penajam dalam potensi Clash of Civilization.
Erdoğan, di samping memikirkan momentum politik domestik yang hendak dicapainya, memang akhirnya dipersepsi memiliki tujuan lain di balik kebijakan Hagia Sophia seperti kebijakan luar negeri terhadap Yunani, kalangan Kristiani internasional, meraih simpati kalangan Islamis global dan dunia Muslim, atau bahkan agenda mengambil alih Israel.
Sebagai konsekuensi meningkatnya kepemimpinan Turki di kawasan, memang akhirnya ketegangan klasik nasionalis demokratis vs nasionalis kemalis yang terjadi dalam kontestasi politik domestik, serta pertarungan internal dan obsesi aktor politik domestik Turki kini tak terhindarkan menjadi panggung yang disaksikan anak segala bangsa.
*Peraih Doktor (Ph.D) Ilmu Politik dan Hubungan İnternasional dari İstanbul University, Turki