Oleh: DR. Rustam, S.E., M.S.E. *)
BEBERAPA waktu yang lalu, ketika BPS merilis laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2020 (year on year) mengalami perlambatan (2,97 persen) dan terjadi kontraksi yang agak dalam berlanjut pada Triwulan II-2020 (year on year) sebesar 5,32 persen, berbagai pendapat di media massa mulai mengemuka bahwa Indonesia di ambang resesi sebagai dampak pandemi Covid-19.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekhawatirannya jika laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali terkontraksi pada Triwulan III-2020 maka Indonesia akan mengalami resesi saat memberi pengarahan kepada para gubernur melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan, Bogor.
Pendapat yang senada juga ditimpali oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Indonesia masuk zona resesi dengan mengungkapkan bahwa proyeksi pertumbahan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2020 diperkirakan minus 2,9 persen sampai dengan minus 1,0 persen.
Faktanya sangat jelas bahwa pandemi Covid-19 berdampak hebat pada perekonomian berbagai negara di dunia.
Bahkan berbagai hasil laporan telah menunjukkan indikasi resesi ekonomi di sejumlah negara dengan pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi.
Ekonomi beberapa mitra dagang Indonesia pada Triwulan III-2020 masih terkontraksi, tetapi tidak sedalam kontraksi pada Triwulan II-2020.
Amerika Serikat mengalami kontraksi 9,0 persen pada Triwulan II-2020 dan hanya kontraksi 7,0 persen pada Triwulan III-2020.
Hal yang sama juga terjadi di Korea Selatan pada periode yang sama dari kontraksi 2,7 persen menjadi kontraksi 1,3 persen.
Hong Kong juga mengalami kontraksi perekonomian pada periode yang sama dari 9,0 persen menjadi 3,4 persen.
Bahkan untuk Negara-negara Uni Eropa secara agregat pada periode yang sama juga mengalami konstraksi dari 13,9 persen menjadi 3,9 persen.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk melakukan konfirmasi atau klarifikasi apakah Indonesia akhirnya memasuki masa resesi dengan rilis BPS secara resmi pada hari Kamis 5 November 2020 terkait laju pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III-2020 tercatat sebesar minus 3,49 persen.
Namun, tulisan ini hanya ingin melihat dampak indikasi resesi dengan menakar kinerja usaha peternakan dan kesejahteraan peternak di tengah pandemi Covid-19.
Indikator yang digunakan untuk menakar kinerja subsektor peternakan adalah laju pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan dan indikator yang digunakan untuk proksi kesejahteraan peternak menggunakan nilai tukar petani peternakan (NTPT) dan nilai tukar usaha pertanian peternakan (NTUPT).