Awal tahun ini, persisnya 1 Januari 2022, lanjut Romo Markus, Paus Franciskus menyampaikan pesan perdamaian untuk seluruh dunia merupakan sebuah perjuangan yang serius. Kesuksesan di satu tempat ditantang pada saat yang sama oleh kasus-kasus intoleransi dan kekerasan atas nama agama di tempat-tempat lain.
“Dan, di antara dua ekstrem ini kita hidup dan berjuang. Beliau memberikan tiga jalan yang sangat penting untuk sampai pada perdamaian dan kerukunan yang kita dambakan bersama. Yang pertama dialog antargenerasi, yang kedua diajak untuk membuka diri menerima dan berbicara dengan kaum muda, sebaliknya kaum muda juga diminta diajak untuk membuka diri dan berbicara berdialog dengan orang tua,” ucapnya.
Di era komunikasi digital dan global ini, Romo Markus berpikir dan mengajak para pemuda untuk menggunakan kemungkinan yang ada, termasuk teknologi internet dan media media sosial untuk membangun relasi sosial yang konklusif dengan siapa saja. Saling mengenal dan membangun persaudaraan dan persahabatan terutama dengan mereka yang tidak sepaham dan seiman dan seagama.
“Kasih akan membawa kita kepada keterbukaan, karena kita adalah orang-orang yang beriman dan kasih lahir dari pengenalan, seperti yang kita kenal dikenal maka disayang. Yang kedua, pentingnya pengajaran dan pendidikan. Kita semua tahu pendidikan dalam bahasa Inggris education yang berakar pada dua kata bahasa Latin edu care yang berarti melatih dan membentuk, dan edu cure artinya membawa seseorang keluar dari kegelapan keluar dari ketidaktahuan, keluar dari kesempitan menuju sebuah dunia yang lebih luas, menawarkan kepadanya sebuah cakrawala baru, sebuah perspektif baru yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Mengetahui dan merangkul yang lain yang berbeda di dalam kemajemukan.”
“Pendidikan seperti kita tahu bersama memampukan kaum muda untuk melihat to see, menilai to judge dan mengambil tindakan to act, yang tepat untuk sebuah kepentingan yang lebih besar dan mulia,” jelasnya.
Baca juga: Kemenag Ajak Pemuda Katolik jadi Garda Terdepan Moderasi Beragama
Romo Markus pun teringat kata-kata bijak Presiden AS yang ke-26 Theodore Roosevelt yang mengatakan mendidik seseorang hanya sebatas pikiran, sebatas indoktrinasi sebatas pengajaran, namun tidak menyentuh atau mendidik dalam hal moral kepribadian adalah mengajarkan sebuah ancaman bagi masyarakat luas.
Indoktrinasi adalah musuh peradaban karena itu adalah sebuah bentuk kolonialisme spiritual. Orang disandera di dalam kebergantungan dan aksi-aksi ritual masal tanpa argumen tanpa bisa berpikir dan tanpa bisa memposisikan diri secara merdeka.
“Saya mengajak kaum muda Katolik PMKRI Indonesia untuk sejauh-jauhnya atau sebisa-bisanya menjauhkan diri dari segala bentuk indoktrinasi dan brainwashing karena di sini seperti dikatakan oleh Roosevelt moral manusia tidak bertumbuh dan berkembang. Orang tidak bisa berpikir secara mandiri tidak bisa memposisikan diri secara merdeka lalu pada gilirannya mereka menjadi ancaman bagi sebuah konvivialitas. Ancaman bagi bangsa dan negara padahal kita membutuhkan ini, sebuah koeksistensi sebuah kehidupan yang rukun dan damai, penuh spirit perdamaian dan persahabatan saling menghormati, saling memahami, satu dalam perbedaan unity in diversity.
Yang ketiga, lanjut Romo Markus, menciptakan dan memastikan lapangan pekerjaan. Survey internasional sering mengidentifikan dan menekankan vunerability atau kerentanan pemuda terhadap kekerasan dan agresivitas-agresivitas destruktif di dalam masyarakat sebagai sesuatu yang kerap berkaitan erat dengan faktor kemiskinan multidimensi dan berujung pada alienasi sosial.
Lalu pada tataran ini, lanjut dia, kaum muda yang hidup teralienasi sangat mudah putus asa, mudah menciptakan musuh-musuh sosial dan mudah pula dimobilisasi untuk gerak dalam gerakan-gerakan massal yang sektarian dan destruktif.
Berhadapan dengan krisis sosial pada kaum muda di atas solusi yang lazim dilakukan adalah membuka lahan pendidikan seluas-luasnya bagi anak-anak dan pemuda, membuka lapangan kerja dan pelatihan-pelatihan skill, dan mereka kaum muda yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi diajak untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan melawan segala bentuk indoktrinasi.
Catatan terakhir
Terakhir, Romo Markus mengingatkan kaum muda untuk menanamkan rasa terima kasih di dalam diri bahwa kita boleh memiliki Indonesia sebagai bangsa.
Indonesia, tandas Romo Markus, adalah hadiah dari Tuhan yang luar biasa. Negara yang indah dan luas kaya manusia dan budaya. Kaya kandungan alam, kaya suku dan agama, kita semua harus menanamkan rasa syukur kepada pemberi hadiah. Kepada Tuhan dan kepada mereka yang yang sudah berjuang sebelum kita.
“Karena hemat saya, rasa terima kasih adalah awal dan dasar dari komitmen yang lebih besar untuk menjaga dan merawat bangsa Indonesia yang paling urgent dan paking mendesak saat ini tentu saja yang sudah ditekankan sejak lama, merawat dan menjaga 4 pilar bangsa Indonesia. Dan, saya yakin PMKRI, anak-anak muda memiliki kompetensi dan kapasitas yang luar biasa untuk membentuk berbagai jaringan baik selevel maupun yang ke bawah atau pun yang ke atas untuk bersama-sama menjaga bangsa Indonesia,” katanya.