Ironisnya banyak pejabat tidak paham. Mereka hanya senang melihat rakyatnya kelihatan lebih makmur, PAD naik.
Banyak kepala daerah yang prinsipnya ekonomi bagus. Begitu banjir bandang menerjang, musnah semua.
"Jangan bermain-main dengan alam. Jika kita merusak alam, alam akan merusak kita. Ini given. Tak bisa dihindari," tandasnya.
Doni mengingatkan, pembangunan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, sama saja dengan menggelar karpet merah bagi datangnya bencana alam. Di Bandung, Cimahi, Sumedang, tiap tahun longsor.
Daerah kemiringan yang harusnya tidak boleh dibangun rumah, diizinkan untuk pembangunan perumahan. Ke depan, tidak boleh terjadi lagi.
"Seperti yang terjadi sekarang, mereka kena imbas banjir dan longsor, harusnya yang memberi izin bertanggung jawab," kata Doni, keras.
Doni, tak bosan-bosan mengingatkan kepada pihak perbankan untuk tidak memberikan pinjaman bagi pembangunan proyek yang tidak berwawasan lingkungan.
Doni mengilas peristiwa tahun 2015, saat Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar dunia.
Kebakaran hutan periode Agustus – November 2015, mencapai 2,6 juta hektare.
World Bank mencatat kerugian ekonomi mencapai 16,2 miliar dollar AS.
Sekadar membandingkan, kerugian akibat tsunami Aceh tahun 2004, yang menelan korban jiwa tak kurang dari 200 ribu orang, membukukan angka kerugian ekonomi sebesar 7 miliar dollar AS.
"Artinya apa, kerugian karena bencana asap, lebih parah dibanding bencana tsunami Aceh 2004," papar Doni.
Setelah itu, pemerintah berupaya menjaga supaya lahan gambut tidak sampai terbakar. Caranya, menjaga lahan gambut tetap basah berair dan berawa. Salah satu program yang dilakukan adalah memelihara ikan gabus.
Mengapa gambut mudah terbakar? Dan ketika terbakar sangat sulit dipadamkan? Karena kedalaman gambut kita lebih dari tujuh meter, bahkan ada yang 30 meter lebih.
Kita sudah membuktikan, ketika gambut kering lalu terbakar, berapa pun jumlah helikopter memuntahkan water bombing, tidak akan kuasa memadamkannya.