Oleh: Dyah Sulistyorini*)
TRIBUNNERS - Tulisan ini mencoba melihat Srikandi BUMN, sebuah komunitas perempuan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara(BUMN) dikaitkan dengan gagasan post humanism tentang cyborg dan perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent/AI di Indonesia
Tiga hal tersebut menjadi isu menarik karena perjuangan perempuan harus ditopang dengan teknologi dan kita berhak tahu sejauh mana perkembangan kecerdasan buatan khususnya Natural Language Processing (NLP) di Indonesia.
NLP adalah cabang dari kecerdasan buatan yang berhubungan dengan interaksi antara komputer dan manusia menggunakan bahasa alami.
Baca juga: Masih Minim, Kiprah Perempuan yang Bekerja di Bidang Keamanan Siber
Memang selalu ada alasan untuk melihat realitas sosial dengan berbagai pisau analisa, manusia tinggal memilih teori mana untuk memperkuat argumentasinya.
Mungkin perlu digaungkan lagi gagasan bahwa teknologi, penguatan jaringan kerja dan akses global dapat membantu perempuan berjuang mengangkat harkat martabat dengan cara yang lebih elegan, lebih cerdas.
Gagasan tersebut telah diperkenalkan oleh Donna J. Haraway, cendekiawan di bidang kajian sains dan teknologi dari Universitas California, Santa Cruz, Amerika Serikat dalam karyanya berjudul "A Cyborg Manifesto."
Kata cyborg berasal dari cybernetic organism yakni sebuah istilah untuk manusia setengah robot.
Faktanya manusia hari ini adalah cyborg, kita terlihat lebih relijius dan lebih pintar karena bantuan mesin pencari, kita terlihat lebih glowing karena aplikasi BeautyCam, YouCam Perfect, YouCam Makeup, YouCam Video, Photo Editor.
Aneka pertemuan tatap layar seperti Zoom meeting, G meet, Microsoft Teams telah menjadi sarana kerja-kerja kita. Maka mesin telah mendukung visi misi kita.
Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Pertimbangkan 3 Hal Ini jika Ingin Melamar Pasangan
Di dunia cyborg, kita sangat mudah beralih rupa, membangun dan membongkar persepsi diri.
Boleh jadi seseorang yang tersisih, lemah di dunia nyata akan terlihat kuat, ketus, agresif di media sosial dan mudah berganti tampilan sesuka hati.
Kita hari ini menghadapi gabungan antara realitas sosial namun juga sekaligus fiksi bikinan.
Suatu batas yang memudar antara imajinasi dengan faktual, makin kabur, sangat susah dibedakan.