News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Catatan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022: Ubah Hari Menjadi Gerakan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Egy Massadiah, wartawan senior, konsultan media, menulis sejumlah buku serta pembina Majalah “Jaga Alam”

Perilaku tidak menebang pohon sembarangan. Perilaku tidak membuang sampah sembarangan. Perilaku mengurangi dan lambat-laun menghilangkan ketergantungan kepada plastik. Perilaku gemar menanam dan merawat pohon.

Perilaku hemat penggunaan air bersih, tidak membuang limbah sembarangan, menjaga kualitas air. Perilaku hidup sehat, makan sehat, olah raga teratur, istirahat yang cukup adalah bagian yang tidak terpisahkan, dari perilaku-perilaku lain yang sadar-tak-sadar sangat dibutuhkan bagi upaya pengurangan risiko bencana.

Habbit menjaga alam, sejatinya merupakan upaya preventif yang sangat penting. Itu baru bisa kita sadari setelah memahami, betapa bencana (banjir bandang dan longsor, misalnya) yang acap merenggut banyak nyawa dan harta, terjadi justru karena kita abai terhadap alam.

Gunung gundul, adalah ancaman longsor. Kita kerap tidak peka akan bahaya yang mengintai. Masyarakat tidak tahu, perangkat desa kurang sensitif, dan sedikit orang yang sudah tahu, yang semestinya mau memberitahu.

Mitigasi Vegetasi

Tanggul beton, atau apa pun teknologi buatan manusia tak akan mampu melawan alam. Karenanya, dalam menghadapi bencana, kita harus bersahabat dengan pembela dan penjaga alam.

Tanam pohon yang bernilai ekonomis (pohon buah - kopi, sukun, alpukat dll) serta bermanfaat secara ekologis (pohon keras - pohon pule, trembesi - ebony dll). Di kawasan rawan longsor, tanaman "vetiver system" adalah solusi. Begitulah, mitigasi melalui vegetasi adalah sebuah jawaban.

Sama halnya dengan upaya mereduksi tsunami dengan menanam pohon di tepi pantai. Sebab, tsunami adalah mesin pembunuh nomor satu di dunia. Ada banyak kisah, mereka yang selamat dari tsunami di Aceh, Pandeglang dan juga likuifaksi di Palu karena berlindung di pohon, atau memanjat pohon.

Satu hal yang pasti, pepohonan dan hutan pantai ternyata mampu meredam ganasnya gelombang tsunami hingga 80 persen. Pohon sebagai infrastruktur alam adalah jawaban konkret untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih besar.

Menanam pohon di kawasan rawan banjir dan longsor menjadi kewajiban mutlak. Motornya para pemimpin dari tingkat pusat sampai ketua RT. Dari ulama hingga santri. Dari tokoh masyarakat sampai ke para pemuda. Dari kepala sekolah sampai murid-murid. Pendek kata, semua elemen masyarakat harus dilibatkan dalam gerakan menanam pohon.

Ukurannya bukanlah berapa jumlah pohon yang kita tanam, tapi berapa banyak pohon yang bisa kita tanam, kita rawat dengan baik, dan akhirnya tumbuh sempurna. Stop seremoni tanam pohon, tanpa dibarengi kegiatan merawat hingga benar-benar tumbuh.

Menjadi Gerakan

Sebagai bangsa yang ditakdirkan tinggal di daerah ring of fire, kita tidak bisa menolak bencana. Yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi. Anda tahu anak-anak balita di Jepang? Mereka bahkan sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi. Itu karena sosialisasi turun-temurun. Itu karena simulasi yang rutin. Itu karena latihan yang terus-menerus.

Paralel dengan amanat Presiden RI Joko Widodo dalam arahannya pada Rakornas
Penanggulangan Bencana 2022, menekankan pada pembangunan sistem edukasi kebencanaan berkelanjutan di daerah rawan bencana. Budaya sadar bencana harus dimulai sejak dini mulai dari individu, keluarga, komunitas, sekolah sampai lingkungan masyarakat.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini