Kampus baik di dalam negeri maupun di luar negeri, asosiasi, dan lembaga-lembaga terkait, harus membangun kerja sama secara serentak dan bersama-sama.
Tidak cukup hanya bergerak sendiri-sendiri, seperti yang dilakukan selama ini.
Kalau hal ini dipahami sebagai bagian dari ekosistem akan berjalan lebih baik.
Media publikasi, baik yang formil seperti jurnal, buku, maupun yang populer seperti media sosial, harus dipahami sebagai bagian dari ekosistem.
Tidak semua pemilik manuskrip itu bisa menyampaikan ke publik. Media-media tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempublikasi nilai-nilai dan kandungan dari manuskrip.
Ke depan BRIN diharapkan dapat membangun database berbasis big data.
Pertama Union Database of Southeast Asian Manuscripts, yakni sebuah portal dan atau aplikasi satu pintu untuk akses ke semua database manuskrip Asia Tenggara berdasar kategori bahasa, aksara, tema, dll.
Sebab manuskrip-manuskrip Indonesia tidak bisa lepas dari manunuskrip-manuskrip yang ada di Asia Tenggara.
Katalog cetak sudah ada, hanya saja belum terkoneksi secara digital.
Yang kedua, untuk menghidupkan database adalah database of Publication on Nusantara Manuscripts, yakni portal dan atau aplikasi satu pintu untuk akses ke semua penerbitan (artikel, buku, tesis, disertasi, laporan penelitian) tentang manuskrip Nusantara.
Yang ketiga adalah Encyclopedia of Nusantara Texts and Manuscripts, sebuah portal informasi beragam subjek spesifik yang terkait dengan dunia manuskrip Nusantara: pengarang, penyalin, transliterasi teks, koleksi manuskrip, dll.
Gagasan besar adanya grand desain dan landscape penelitian tersebut di atas sampai saat ini masih menjadi mimpi.
Untuk mewujudkannya tidak mudah.
Contoh kecil saja, untuk mengangkat manuskrip-manuskrip ke dalam big data, butuh SDM-SDM yang benar-benar ahli di bidangnya. Sebab banyak manuskrip yang palsu.
Kalau database big data dikerjakan asal-asalan dan bukan ahlinya, yang terjadi bukan seperti yang diangankan. Tapi justru menjadi tumpukan sampah. (*)