News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Roma, Puasa dan Kuasa Ilahi 

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Mahasiswa Yayasan Nostra Aetate di Vatikan Deni Iskandar (jaket pink) asal Pandeglang, Banten dan Raheema Jayari asal Mindanao, Filipina (jaket coklat) foto bersama dengan Padre Marco Solo dari Yayasan Nostra Aetate.

Dalam rumus kehidupan, saya meyakini tentang konsep Wasilah, bahwa pertolongan Tuhan akan selalu datang bagi orang-orang yang berjuang, dan pertolongan Tuhan itu diturunkan dan datang melalui manusia, yang memiliki sifat-sifat Ketuhanan.

Dalam doktrin Gereja Katolik, mungkin konsep ini mirip dengan apa yang disebut Juru Selamat. Seperti halnya, Yesus Kristus menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan, yang rela berkorban untuk umat manusia di dunia ini. Bagi saya, konsep Juru Selamat maupun konsep Wasilah ini mirip, bahwa ada campur tangan Ilahi, ada pengorbanan, ada kebahagiaan dan keselamatan. Hanya saja, peristiwa atau konsep Juru Selamat ini lebih kepada jalan Teologi-Spiritualis.

Baca juga: Sosok Paus Emeritus Benediktus XVI di Mata Pejabat Vatikan Asal Indonesia 

Selama hidup di Kota Roma ini, saya menemukan dan aktif melakukan banyak pengalaman, mulai dari perjalanan spiritual, akademis hingga kepada pencarian dan pembangunan jaringan relasi persahabatan berskala internasional. Saya menyadari bahwa peristiwa perjalanan kehidupan umat manusia hanyalah menjemput Qodo (Ketetapan) dan Qodar (Ketentuan) Tuhan yang telah digariskan di alam Ajali (Asal). Alam dimana sebelum kita dilahirkan ke dunia, kemudian Tuhan menuliskan semua kesimpulan perjalanan kehidupan umat manusia, di alam mayapada ini.

Di Kota Roma ini saya melihat banyak sekali situs-situs antik sejarah peradaban yang diabadikan dengan baik. Entah berapa ratus juta turis manca negara per-tahun datang ke kota ini. Tiap hari Roma selalu dipadati para turis. Saya melihat banyak bangunan tua, setengah roboh, hingga patahan-patahan tembok yang dirawat dengan baik, juga banyak Museum, Gedung-Gedung Basilika, terkhusus Basilika Santo Petrus di Vatikan, Basilika Santo Paulus di luar tembok kota Roma, Basilica Santa Maria Maggiore, Basilika Santo Yohanes Lateran. Empat Basilika ini adalah Basilika-basilika Kepausan milik Tahta Suci Vatikan. Ada ribuan Gereja di kota Roma.

Ada julukan diberikan kepada kota Roma sebagai kota seribu Gereja. Selain itu ada peninggalan paling bersejarah di sini, yaitu Colloseum, ada juga lapangan Circo Massimo, ada Piazza Venezia, ada Museum Campidoglia, ada Forum Romanum, ada Fontana di Trevi, ada Tangga Spanyol, ada Piazza del Popolo, ada Pantheon, Piazza Navona, dan tentu saja ada Vatikan yang merupakan obyek kunjungan manusia dari seluruh dunia, entah dari budaya dan agama apapun.

Rasa syukur saya tidak pernah berubah. Tidak terasa puas hanya tinggal beberapa hari lagi akan selesai dengan semua program di Roma dan Vatikan. Ramadhan juga sebentar lagi akan berakhir. Apakah Ramadhan yang akan datang, saya akan bisa berpuasa kembali seperti ini? Waallahu 'Alam.!

Meskipun di Kota Roma ini umat muslim hanya terhitung dengan jari, namun saya harus salut dan angkat jempol untuk keramahan dan keterbukaan pemerintah dan masyarakat di sini. Karena dalam praktek beragama, umat Muslim bisa dengan bebas dan leluasa, menjalankan ibadah puasa, solat berjamaah, juga berpuasa. Sepanjang saya hidup di Kota Roma ini, saya melihat dan merasakan betul, bahwa umat Muslim di Kota Abadi ini, bisa meng-ekspresi-kan kehidupan beragama-nya secara luwes. Semua hak-hak beribadahnya terpenuhi. Kalau ada Muslim yang tidak sholat atau tidak berpuasa, itu adalah persoalan pribadinya saja dan bukan karena orang-orang non-Muslim di sini yang mempersulit dirinya.

Di Kota Roma ada Masjid Agung yang besar, malah terbesar di Uni Eropa, dan ada juga puluhan Musola-musola, yang digunakan sebagai tempat Ibadah, termasuk juga Ibadah Sholat Jumat, dan juga sholat Tarawih. Salah satu Musolanya terletak di wilayah Vittorio Emanuele, bernama Musola Baitu Assalam (Rumah Keselamatan). Menariknya bahwa Mosala ini persis berdampingan dengan sebuah Gereja Katolik.

Baca juga: Begini Tradisi Hari Raya Idul Fitri di Negara Minoritas Muslim

Satu hal lain lagi di kota Roma ini yang membuat saya juga sangat bersyukur adalah bahwa, di sini, alhamdulillah, puasa saya selama bulan suci Ramadan ini lancar-lancar saja, alias tidak batal. Sahabat-sahabat Katolik yang serumah dengan saya, memberikan kepada saya apa yang saya butuhkan untuk berpuasa. Dari Masjid Agung Roma saya mendapatkan daftar lengkap tentang jam Saur, jam sholat, jam matahari terbit, jam matahari terbenam dan jam buka puasa. Semua lengkap. Hal ini membuat puasa saya memiliki makna berbeda dan spesifik, tidak seperti di Indonesia. Sebelumnya, selama 9 tahuh lebih, selepas keluar dari Pondok Pesantren, biasanya puasa saya selalu batal. Hehehhehe...

Alhamdulillah, di Kota Abadi ini, puasa saya berjalan dengan lancar.!!!! Inilah salah satu keuntungannya kalau kita sedikit keluar dari lingkungan sempit kita untuk mengenal dunia lain. Ada banyak hal indah yang kita temukan dan membantu memperlebar horison kita, dan mengubah cara pandang dan cara paham kita. Yang kita takut-takutkan sebelumnya tidak harus semuanya benar. Saya berdoa semoga hari-hari dan malam-malam ke depannya lebih panjang, biar masih bisa tinggal lebih lama di sini.

Kata orang, kalau mau kembali lagi ke Roma, harus buang koin-koin kecil di Fontana di Trevi dengan posisi membelakanginya. Mau coba deh. Jangankan sekali, bisa berkali-kali. Mumpung masih punya banyak koin euro kecil di celengan.. Hehee...

D. Sant. Gregorio, Cellio, Rome
Kamis, 20 April 2023

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini