News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Invasi Israel, RS Al Shifa, dan Taktik Hamas

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang berjalan melewati gedung-gedung yang hancur akibat pemboman Israel di Gaza, di Bureij di pusat Jalur Gaza, pada 14 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas.

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Pasukan darat Israel menguasai Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza. Secara praktis, area rumah sakit itu kini dalam kontrol pihak Israel.

Sebagian pasien telah dipindahkan ke rumah sakit lain di selatan Gaza, berikut ribuan warga Gaza yang semula mengungsi di kawasan rumah sakit yang luas itu.

Tersisa pasien-pasien yang tidak bisa dipindahkan karena kondisi kegawatan serta peralatan medis yang mesti dipakai para pasien tersebut.

Saluran Al Jazeera yang dibiayai pemerintah Qatar menyiarkan kabar pasukan Israel telah menemukan terowongan sepanjang 55 meter di bawah RS Al Shifa.

Temuan itu disertai foto-foto dan rekaman video saat peralatan perekam Israel mendokumentasikan posisi RS Al Shifa dan mulut terowongan vertikal sedalam 10 meter, dan setelah mencapai dasar, menyusuri tunnel itu.

Baca juga: Geledah RS Al-Shifa, IDF Klaim Temukan Video tentang Sandera Hamas di Komputer, Dirut RS Membantah

Baca juga: Cerita Mengerikan Seorang Dokter Saat Israel Meluncurkan Serangan ke Rumah Sakit Al-Shifa Gaza

Baca juga: Memori Tragedi Sabra Shatila dan Genosida di Jalur Gaza

Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan pintu masuk terowongan diduga milik Hamas ditemukan ketika buldoser militer merobohkan dinding luar kompleks rumah sakit.

Mereka menemukan sebuah lubang berbenteng dengan tangga spiral yang turun 10 meter. Terowongan sepanjang 55 meter berhenti di sebuah pintu logam diduga tahan ledakan.

Di balik pintu diduga ada ruang besar atau jalur percabangan yang jadi akses dari rumah-rumah di dekatnya.

Israel mengklaim bagian bawah RS Al Shifa disulap jadi pusat komando Hamas. Kelompok Hamas dan manajemen rumah sakit sudah membantah klaim ini.

Time of Israel juga mewartakan informasi serupa, namun lebih detil. Situs berita itu menambahkan jejak-jejak kehadiran anggota Hamas di RS Al Shifa.

Rekaman video dan foto CCTV di RS Al Shifa menunjukkan dua sandera , diduga warga Nepal dan Thailand, dibawa masuk ke rumah sakit tersebut oleh para pria bersenjata.

Seorang di antaranya terlihat mengalungkan senapan serbu AK-47 saat dua sandera itu dibawa masuk. Catatan waktu video menunjukkan peristiwa terjadi 7 Oktober 2023.

Ini artinya hari yang sama saat kelompok Hamas menyerbu lintas perbatasan Gaza-Israel, dan operasi dadakan itu menewaskan sekurangnya 1.400 warga Israel dan warga berbagai negara.

Time of Israel juga memberitakan berdasar klaim sumber militer Israel, jasad dua warga Israel sandera Hamas, Yehuditt Weiss dan Kopral Noa Marciano ditemukan tak jauh dari RS Al Shifa.

Noa Marciano diduga pernah disembunyikan di sebuah rumah dekat RS Al Shifa yang kemudian digempur jet udara Israel.

Noa terluka oleh serangan itu, lalu dilarikan ke RS Al Shifa. Belakangan, Noa Marciano menurut militer Israel dieksekusi oleh penyanderanya.

Pemandangan udara menunjukkan kompleks rumah sakit Al-Shifa di Kota Gaza pada 7 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (Bashar TALEB / AFP)

Masih menurut Time of Israel, mengutip pengakuan seorang dokter asal Inggris yang pernah bekerja di RS Al Shifa, ada bagian di rumah sakit itu yang tidak boleh didekati atau terlarang.

Seorang jurnalis Italia kepada Time of Israel berkisah pada 2009 sesudah Israel mengakhiri serbuan ke Gaza, ia menemui seorang militan anggota Fatah yang terluka dan dirawat di RS Al Shifa.

Militan Fatah itu merasa dirinya sebenarnya tidak nyaman dan merasa keamanannya terancam saat di rumah sakit tersebut.  

Fatah dan Hamas terlibat persaingan sengit, bahkan terjadi bentrokan bersenjata di antaranya keduanya. Hamas memenangkan pertarungan dan sepenuhnya berkuasa di Gaza.

Masih menurut klaim militer Israel, pasukan yang masuk ke RS Al Shifa akhir pekan lalu juga menemukan senjata, amunisi, rompi, dan aksesoris Hamas, di ruang-ruang medis rumah sakit itu.

Hamas atau Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah adalah kelompok perlawanan Palestina beraliran Suni.

Pengaruh ideologis Ikhwanul Muslimin sangat kuat di kelompok ini. Israel dan negara barat yang membekinginya melabeli Hamas sebagai organisasi teroris.

Pendirinya almarhum Syeikh Ahmad Yassin. Secara resmi organisasi ini beroperasi sejak 14 Desember 1987, bersamaan intifada babak pertama.

Secara prinsip, Hamas ingin mendirikan negara Palestina atas dasar hukum Islam, dan memiliki wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

Dua arus besar kepemimpinan Hamas berikutnya menunjukkan perbedaan sikap tajam. Khaleed Meshal membuka negosiasi dan terbuka resolusi konflik Arab-Israel.

Sebaliknya tokoh lain, Mousa Abu Marzouk Mohammed, menolak mengakui Israel dan menganggap sikap ini garis merah yang tak bisa dilewati.

Pada 2006, Hamas memenangkan pemilihan parlemen Palestina, dan sejak 2007 menggeser Fatah yang semula menguasai Gaza.

Fatah identik dengan Otoritas Palestina yang dulu didirikan almarhum Yasser Arafat dan kini dipimpin Mahmoud Abbas.

Fatah  atau Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini adalah organisasi perlawanan yang lebih moderat, dan jadi representasi Palestina dalam berbagai proses perundingan.

Di Palestina, Hamas dan Fatah sesungguhnya hanya dua dari banyak faksi atau kelompok perlawanan. Kebetulan keduanya yang kini memiliki banyak pendukung.

Kembali ke soal klaim Israel tentang RS Al Shifa dan berbagai temuan jejak Hamas di rumah sakit itu, semakin ke sini cenderung menunjukkan fakta-fakata yang menguatkan.

Tapi kolumnis dan analis politik Al Jazeera, Marwan Bishara, mengatakan temuan Israel itu belum mengonfirmasi apa-apa.

Menurutnya semua orang mengetahui ada banyak terowongan di bawah Gaza. Israel dan para pendukungnya menganggap ada kota dalam kota di bawah Gaza.

Namun klaim Israel bahwa Hamas menggunakan rumah sakit sebagai spot jaringan perlawanan, secara nalar masih masuk akal.

Hampir di semua taktik perang gerilya, baik perang hutan maupun perang kota, lumrah saja pihak perlawanan menggunakan semua sumber daya dalam pertempuran.

Konflik Israel-Palestina, lebih spesifik Israel versus Hamas, secara teoritis masuk kategori perang asimetris sekaligus perang hibrida.

Ini peperangan antara dua pihak belligeren atau pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda.

Israel memiliki kemampuan nuklir, Hamas tidak. Hamas tak punya jet-jet tempur, Israel punya jet penyerang paling modern di dunia.

Israel memiliki armada tank terkuat dan termodern, Hamas sama sekali tidak. Israel punya tentara regular dalam jumlah ratusan ribu, Hamas hanya punya petempur belasan ribu.

Kemajuan paling signifikan, Hamas menguasai roket, senjata antitank, dan drone penyerang dalam jumlah terbatas.

Hamas juga punya segelintir skuadron udara dalam wujud petempur paragliding, yang aksinya terlihat saat serangan 7 Oktober 2023 ke wilayah Israel.

Di laut, Israel punya kapal tempur berat maupun ringan, sedangkan Hamas hanya memiliki perahu-perahu ringan berisi spesialis petempur jalur laut.

Ini jelas perbandingan kekuatan tempur yang tidak seimbang. Tapi Hamas memiliki dukungan sosial politik dari rakyat Palestina.

Hamas juga memiliki dukungan global di jaringan organisasi Islam berbagai negara. Beberapa negara Arab, terutama Qatar dan Iran, dikenal menjadi penyokong terkuat Hamas.

Kemampuan persenjataan Hamas juga sebagian besar berkembang pesat di bawah sokongan Iran lewat pasukan khusus Garda Pengawal Republik Iran.

Dalam konteks perang asimetris menggunakan taktik gerilya melawan Israel inilah Hamas menemukan konteksnya.

Melawan musuh sekuat Israel, ibarat Daud melawan Goliath dalam kisah sejarah, yang kecil mesti menggunakan strategi khusus melawan si kuat.

Hasilnya, si kecil yang memenangkan pertarungan. Masjid, gereja, klinik, rumah sakit, sekolah, kampus bisa jadi jaringan benteng perlawanan.

Apakah ini salah? Secara hukum perang, memang melanggar. Tempat-tempat itu mestinya steril dan tak boleh diserang dan jadi basis peperangan.

Sebaliknya, apakah benar menggunakan dalih membela diri, Israel lalu membombardir membabibuta gereja, masjid, klinik, rumah sakit dan hunian warga sipil.

Jelasl pula serangan itu melanggar semua aturan dalam peperangan, atau hukum humaniter atau hukum konflik bersenjata internasional.

Bombardemen itu masuk kategori genosida jika dilakukan sistematis, terencana, dan bertujuan membunuh sebanyak mungkin warga Palestina dengan dalih mereka anggota Hamas.

Realitas dalam perang asimetris lewat taktik gerilya bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi praktik itu bisa jadi lumrah dalam konteks peperangan yang tak seimbang.

Di sisi lain bisa menjadi kampanye buruk bagi pihak seperti Hamas, yang akhirnya dituduh menggunakan berbagai fasilitas terlarang menjadi benteng dan warga sipil sebagai tameng.

Sementara dalam konteks perang hibrida, kenyataan di medan pertempuran Gaza bisa menjadi kampanye dan propaganda untuk memenangkan persepsi publik.

Israel dan para pendukung baratnya, menggunakan media-media global untuk menguasai opini dan persepsi publik atas konflik Israel-Palestina atau Israel vs Hamas.

Penggunaan istilah-istilah ‘teroris, barbar, poros setan, menyamakan Hamas dengan ISIS, menyamakan serangan 7 Oktober 2023 dengan pengeboman 11 September ke AS’, adalah cara itu.

Operasi lintas perbatasan Hamas 7 Oktober 2023 juga dideskripsikan sangat kejam, lewat istilah-istilah yang menggidikkan bulu kuduk.

Kampanye besar media pendukung Israel itu dilawan sedikit media non-barat, termasuk Al Jazeera, Al Mayadeen, FARS, Tasnim Newa Agency, dan beberapa lainnya.

Hamas dan jaringan perlawanan, termasuk kelompok lain di Palestina memanfaatkan media sosial untuk menandingi kampanye media Israel dan pendukungnya.

Hasilnya cukup signifikan. Fakta lapangan secara efektif bisa dikomunikasikan lewat saluran-saluran media sosial dan para influencer barat yang peduli penderitaan rakyat Palestina.

Efeknya bisa dilihat, ketika aksi-aksi solidaritas Palestina meledak di berbagai kota besar dunia, mulai Paris, London, Berlin, New York, Washington, Jakarta, Yordania, Yaman, dan lain-lainnya.

Rentetan aksi global itu melahirkan tekanan besar secara internasional, dan publikasi kuat terkait apa yang terjadi di Gaza.

Memang belum ada yang mampu menghentikan agresi dan invasi serta serangan brutal Israel ke Gaza. Termasuk PBB dan OKI, juga belum bisa menggoyahkan Israel.  

Persekusi, opresi, dan pembunuhan warga sipil juga terus terjadi di bagian lain Palestina, yaitu di permukiman Tepi Barat.

Dari sini kita bisa memahami, satu-satunya kekuatan yang bisa mempengaruhi dan mungkin menghentikan kekejaman Israel hanyalah Gedung Putih.

Tapi sulit mengharapkan AS, ketika Presiden Joe Biden sejak awal perang baru ini sudah menunjukkan dukungan tanpa syarat kepada Israel.

Perang bagaimanapun hanya menyisakan kerusakan dan kengerian Tapi bagi rakyat Palestina, perang mungkin harapan bagi mereka tetap bisa bertahan sebagai sebuah bangsa.

Suku-suku di Nusantara pernah mengalami hal itu ketika imperialisme dan kolonialisme barat mencengkeram dan menguasai wilayah ini.

Perlawanan itu pada akhirnya membuahkan hasil, ketika Indonesia dideklarasikan sebagai wilayah merdeka pada 17 Agustus 1945.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini