News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilpres 2024

Etika Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden boleh kampanye menuai polemik.

Oleh Hasanuddin
Alumni Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Kenapa Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan itu semua tindak tanduknya harus diatur sedemikian rupa melalui suatu sistem keprotokoleran yang ketat, tiada lain karena seorang Presiden itu harus tetap didalam sistem yang dipandu dengan nilai-nilai etik. Sehingga dengan demikian diharapkan perilakunya dapat menjadi cermin dan teladan bagi seluruh warga Bangsa.

Adalah kewajiban dari seorang Presiden untuk menjalankan Konstitusi dan seluruh Undang-undang serta peraturan yang menjadi turunannya. Kesengajaan mengabaikan norma-norma yang terdapat diatur dalam Konstitusi, karena itu merupakan pelanggaran bagi seorang Presiden.

Bahkan bukan hanya menjalankan norma Konstitusi, tapi juga diberi amanah dan tanggungjawab untuk menjaga Konstitusi itu agar tidak terjadi penyimpangan. Dalam konteks ini, maka; jika seorang Presiden melihat adanya suatu Undang-undang yang tidak bersesuaian dengan Konstitusi, maka ia mesti memihak dan atau memedomani Konstitusi, serta mengambil langkah-langkah agar UU atau peraturan yang tidak bersesuaian dengan Konstitusi itu, diperbaiki. Dalam konteks inilah seorang Presiden itu diberi kewenangan mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (PERPPU). Kewenangan itu diberikan dalam rangka menjaga, mengamankan Konstitusi agar tidak terjadi penyimpangan.

Setiap Kepala Negara, termasuk Jokowi yang saat ini menjabat harus memahami tanggungjawab menjaga Konstitusi itu.

Kesadaran berkonstitusi dengan demikian mesti dipahami sebagai kesadaran etik, yang tingkatannya lebih tinggi daripada sekedar kesadaran politik kekuasaan.

Akhir-akhir ini jagad politik nasional terasa kian memanas. Kontestasi PEMILU dan Pilpres yang semestinya dapat "dinikmati" oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai sebuah "pesta" demokrasi cenderung telah berganti menjadi arena pertempuran sesama anak bangsa.

Kecenderungan demikian dipicu terutama oleh prilaku politik Jokowi yang tidak beradab, tidak menjunjung etika politik, abai terhadap norma-norma Konstitusi.

Berbagai pihak telah menyampaikan pandangan dan penilaian perihal prilaku amoral dari Jokowi ini. Baik disampaikan secara berkelompok seperti kalangan Mahasiswa, Buruh, kelompok profesi, tokoh-tokoh pergerakan seperti yang tergabung dalam Petisi 100. Juga telah banyak dikemukakan secara perorangan oleh para cerdik pandai, dari kalangan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, para alim ulama, hingga para tokoh Bangsa. Pandangan mereka beragam, namun substansinya sama, Jokowi di nilai telah melakukan pembajakan terhadap demokrasi, serta melawan Konstitusi.

Bahkan tidak sedikit yang telah menyuarakan agar Jokowi segera dimakzulkan.

Situasi terbaru menunjukkan ekskalasi peningkatan tingkat persepsi negatif terhadap Jokowi kian meluas. Pernyataan Jokowi bahwa Presiden dan para Menteri boleh memihak dan berkampanye bagi pasangan calon Presiden tertentu menuai reaksi berbagai kalangan.

Semua pihak memahami bahwa pernyataan Jokowi itu adalah bentuk dukungan kepada pasangan calon Presiden Prabowo-Gibran. Bukan saja karena pernyataan politik itu disampaikan bersama Prabowo yang berdiri disampingnya, namun juga karena Gibran (anaknya) berpasangan dengan Prabowo.

Tim Ganjar-Mahfud diwakili oleh Todung Mulya Lubis dan Andi Widjayanto menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi itu, telah melabrak berbagai pasal dan ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945, terutama pada tugas dan tanggung jawab seorang Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang semestinya mengayomi dan atau berdiri di atas semua golongan, menjalankan pemerintahan secara jujur dan adil.

Respons yang senada disampaikan oleh Hamdan Zoelva dari Timnas Anies-Muhaimin (AMIN).

Secara perorangan kritik pedas disampaikan oleh Mantan Ketua MPR Amin Rais, pengamat Politik, Militer dan Pertahanan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, dan banyak lagi lainnya.

Dunia medsos riuh, para komikus menjadikannya sebagai bahan "olok-olok". Meminjam apa yang sering dilontarkan pak SBY, ini "Sungguh memprihatinkan" !

Harapan kepada Ibu Megawati Dan Pak Jusuf Kalla sebagai tokoh Negarawan agar turun gunung mengatasi situasi pun menggema.

Publik menilai bahwa sosok Ibu Megawati Sukarnoputri adalah figur negarawan yang konsisten dalam menjaga dan mengawal tegaknya Konstitusi. Disamping itu, Kedudukannya selaku Ketua Umum PDI Perjuangan amat sentral dalam kancah politik Nasional. Jokowi dan anaknya Gibran yang "kehilangan etika" ini adalah masih Kader PDI Perjuangan. Sekalipun telah dipersepsi sebagai telah khianat terhadap Partainya.

Kenegarawanan Ibu Megawati dinantikan untuk mengatasi situasi politik yang kian memburuk akibat ulah kadernya atau petugas partainya itu.

Ibu Megawati dinilai masih punya kewibawaan yang tinggi. Pernyataannya masih didengar dan dipatuhi banyak kalangan yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Dan karena itu diharapkan turun gunung menjaga proses demokrasi agar tidak dibajak oleh Jokowi dan kroni kekuasaannya.

Disamping Ibu Megawati, harapan juga dinantikan dari Bapak Jusuf Kalla, atau Pak JK. Mantan Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 ini dinilai publik konsisten menjalankan demokrasi. Dan tidak diragukan ketaatan dan kepatuhannya terhadap Konstitusi.

Ibu Megawati dan Pak JK diharapkan segera bisa bertemu, lalu mengajak para tokoh Bangsa yang lain yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, untuk secara bersama-sama memberikan jalan keluar atas ancaman pembajakan demokrasi, ancaman penyelewengan kekuasaan, ancaman penghianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan oleh Jokowi selaku Presiden yang "cawe-cawe" terlalu jauh dalam proses politik Pilpres, demi melanggengkan kekuasaan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan-Nya kepada para tokoh Bangsa dalam mengatasi tantangan yang sedang kita hadapi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini