News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Ramadan 2024

Separuh Ramadanku Terbang

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana di bulan Ramadan

Lebih dari itu, puasa hakikatnya adalah “urip sakjeroning mati lan mati sakjeroning urip” (hidup di dalam ‘mati’ dan ‘mati’ di dalam hidup). Mati di sini ditulis dalam tanda kutip, karena maknanya tidak benar-benar mati. Hanya seolah-olah mati. Mati segala hawa nafsunya, namun tetap hidup jiwa dan raganya. Hanya kehadiran Allah yang dirasakan di dalam hati. Lainnya nihil. “Suwung” (kosong). “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (Al Qaaf: 16). Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini, kata Ebiet G Ade.

Pertanyaan berikutnya, kalau puasaku masih sebatas menahan lapar dan dahaga, belum “urip sakjeroning mati lan mati sakjeroning urip”, apalagi separuh Ramadanku telah terbang, bagaimana bisa aku berjumpa dengan “lailatul qodr”, suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (83 tahun)? Yakni, malam diturunkannya kitab suci Al Quran atau Nuzulul Quran?

Bagaimana pula aku bisa berjumpa dengan Idul Fitri dalam kondisi “fitri” atau suci (dan indah), seperti bayi yang baru dilahirkan, atau terlahir kembali, atau reinkarnasi, ketika separuh Ramadanku telah terbang, dan puasaku pun sekadar menahan lapar dan dahaga?

Duh, Gusti. Semua ini aku serahkan kepada-Mu. Aku percaya “qodho” dan “qodar"-Mu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini