News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilkada Serentak 2024

Bukan Anak Abah, Cebong, Kampret maupun Kadrun

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teuku Parvinanda, Mantan jurnalis dan Praktisi Komunikasi
PROFIL PENULIS
Teuku Parvinanda
Mantan jurnalis dan Praktisi Komunikasi

Demokrasi Semu: Elite dan Polarisasi

Keberhasilan polarisasi yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa rakyat Indonesia masih belum matang dalam berdemokrasi. Demokrasi yang seharusnya menghadirkan berbagai pilihan dan perwakilan terbaik bagi rakyat, justru tidak diterima dengan baik.

Ironis, masyarakat Indonesia sepertinya lebih nyaman berada di masa lalu, saat pemimpin tidak dipilih langsung oleh rakyat. 

Fenomena “anak abah”, “cebong”, “kampret”, dan “kadrun” bukanlah tentang sosok Anies, Prabowo, atau Jokowi, melainkan tentang keberhasilan elite dalam membangun narasi polarisasi untuk memperalat dan membodohi rakyat.

Tujuannya adalah menciptakan demokrasi semu, sebuah demokrasi yang hanya ada di permukaan, dibangun untuk citra dan kekuasaan.

Baca juga: Suswono Klaim PKS Tidak Pernah Khianati Anies Baswedan, Anak Abah Diminta Jangan Marah

Fenomena polarisasi ini harus menjadi peringatan bagi kita semua bahwa demokrasi di Indonesia sedang berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Jika rakyat terus terjebak dalam polarisasi dan kebencian yang dangkal, maka elite politik akan terus memainkan panggung sandiwara ini demi kepentingan mereka sendiri.

Rakyat harus menyadari bahwa persatuan dan demokrasi sejati hanya bisa terwujud jika mereka bebas bersuara tanpa harus terjebak dalam kubu-kubuan yang diciptakan oleh para elite.

Elite dan kelompok politik bebas berkilah sesuka hati mereka. Nyatanya provokasi, ujaran kebencian, hoax yang mereka mulai dan gencarkan adalah pembuka polarisasi tak berujung yang lebih mirip perang saudara tanpa konfrontasi fisik namun dengan hasil yang lebih menghancurkan bangsa kita ketimbang dari apa yang ditinggalkan oleh para penjajah asing.

Bangkit dari kerusakan fisik jauh lebih mudah dari pada memulihkan mental yang sudah terkoyak.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini