Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Operator Telekomunikasi Dukung Tata Ulang Kepemilikan Frekuensi

Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia mendukung rencana pemerintah untuk melakukan tata ulang kepemilikan frekuensi

Penulis: Sanusi
zoom-in Operator Telekomunikasi Dukung Tata Ulang Kepemilikan Frekuensi
Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan
Bangun BTS: Pekerja menyelesaikan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di jalan Stadion Utara, Kota Semarang, Jateng, Selasa (23/7/2013). Pembangunan BTS ini berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan seluler lainnya seiring semakin berkembangnya jaringan internet mobile di kalangan masyarakat. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operator telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mendukung rencana pemerintah untuk melakukan tata ulang penempatan dan kepemilikan frekuensi bagi operator yang menjalankan mobile broadband di Indonesia.

“Kami setuju dengan ide tata ulang itu agar sumber daya alam terbatas dapat dimaksimalkan untuk memajukan perekonomian dan menyejahterakan masyarakat sesuai amanah Undang-undang dasar 1945,” tegas Alex J Sinaga, Ketua Umum ATSI, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Hasnul Suhaimi, Presiden Direktur XL Axiata, juga menyatakan siap mengikuti tata ulang frekuensi jika memang akan dilakukan pemerintah. “Saya usul yang pertama perlu ditata ulang itu di 2,1 GHz yang selama ini digunakan untuk 3G,” ungkapnya.

Menurutnya, di frekuensi 3G masih ada potensi interferensi terutama dari sinyal PCS 1.900 MHz.“Itu dulu (interferensi) yang harus diselesaikan karena kalau tetap ada, tidak efisien penggunannya,” tegasnya.

Hasnul menuturkan, jika di 2,1 GHz sudah selesai masalah interferensi, maka bisa dilanjutkan ke 1.800 MHz. “Spektrum ini juga perlu ditata ulang karena sekarang posisi penempatan tidak contigous. Apalagi Long Term Evolution (LTE) potensinya berjalan di sini,” katanya.

Terbuka

Sebelumnya, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Nonot Harsono menjelaskan, salah satu pembuka peluang tata ulang frekuensi bagi pengusung teknologi mobile broadband adalah jika konsolidasi XL-Axis terealisasi.

Berita Rekomendasi

“Kalau ada yang mau merger atau konsolidasi. Pemerintah tentu berhak mengambil frekuensi dan menata ulang kepemilikan. Bahasa bisnisnya itu rebalancing. Hal yang harus diperhatikan dalam tata ulang itu adalah masalah timing diselaraskan dengan pelaksanaan. Jangan sampai operator terbebani,” jelasnya.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto, mengakui dalam membuat kajian terkait kepemilikan frekuensi XL-Axis jika konsolidasi keduanya terjadi sudah memanggil operator lainnya untuk didengar pendapatnya. “Kita panggil semua agar dapat gambaran ke depannya,” katanya.

Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan mengungkapkan, saat ini posisi frekuensi yang dimiliki operator ada yang kekurangan, tetapi ada juga kelebihan.

“Ini harus dikaji apakah tata ulang semua atau pakai pola spectrum cap (pembatasan kepemilikan) dimana dihitung kebutuhan setelah keduanya merger,” jelasnya.

Menurutnya, posisi kepemilikan frekuensi yang tak ideal ada di 1.800 MHz, sehingga tahun depan menjadi spectrum yang dipertimbangkan untuk ditata ulang.

“Secara playing field, kepemilikan di frekuensi itu tidak equal. Kita harus lihat kebutuhan dan kepemilikan,” katanya.

Sekadar diketahui, saat ini terdapat lima operator berbasis teknologi GSM yang bermain di frekuensi mobile broadband. Lima operator itu adalah Telkomsel, Indosat, XL, Axis, dan Tri.

Frekuensi yang digunakan adalah 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 GHz. Ketiga spektrum ini menyediakan bandwiitdh 2 x160 Mhz. Frekuensi 900 MHz diposisikan sebagai coverage band, sementara 1.800 MHz dan 2,1 GHz sebagai capacity band.

Saat ini operator yang memiliki coverage dan capacity band sekaligus adalah Telkomsel (45 MHz), Indosat (40 MHz), XL (25 MHz). Sementara Axis dan Tri hanya memiliki capacity band dimana masing-masing sebesar 25 MHz dan 20 MHz.

Seandainya, operator GSM di Indonesia menjalankan LTE yang membutuhkan alokasi frekuensi terdedikasi di 1.800 MHz, tentunya masalah rebalancing frekuensi dan penggunaan teknologi netral di tiga spektrum tersebut mendesak dijalankan. Pasalnya, LTE membutuhkan frekuensi yang terdedikasi untuk melayani data.

Sementara untuk menjaga persaingan sehat masih terjadi diantara operator perlu diberlakukan spectrum cap.

Penerapan pembatasan alokasi frekuensi guna memastikan tidak ada operator dapat memiliki seluruh spektrum atau hampir seluruh spektrum yang ditawarkan baik pada saat awal pengalokasian oleh pemerintah atau kala terjadi konsolidasi antar pemain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas