Rasio NPL Dikhawatirkan Meningkat Akhir Tahun Ini
Nilai tukar rupiah terus tertekan, bahkan hingga menyentuh level Rp 14.800 per dollar Amerika Serikat (AS).
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Nilai tukar rupiah terus tertekan, bahkan hingga menyentuh level Rp 14.800 per dollar Amerika Serikat (AS).
Ekspektasi terhadap pasar dalam negri tidak kunjung membaik. Sementara itu pemerintah juga tidak bisa menumpukan harapannya kepada kondisi perekonomian global.
Martin Panggabean, Ekonom IGICo (Indonesia Green Investment Corporations) Advisory dalam siaran persnya yang diterima TRIBUNnews.com, mengingatkan bahwa masih santer isu Bank Sentral AS atau The Fed, yang akan menaikkan suku bunganya sebelum akhir tahun.
Tentunya bila hal itu terjadi, maka nilai tukar rupiah akan semakin anjlok. Dari Tiongkok pun pemerintah tidak bisa berharap banyak.
“Ekspektasi pasar belum akan membaik karena pasar menilai kondisi ekonomi Indonesia masih belum ada tanda-tanda pembalikan. Permasalahan ini dapat terus membebani perekonomian Indonesia, khususnya perbankan,” tegasnya.
Saat ini kinerja saham sektor perbankan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mengalami pelemahan.
Walau sempat menguat pada penutupan kemarin sebesar 1,63% untuk sector finance, setelah BPJS Ketenagakerjaan mengucurkan dananya ke pasar dan IHSG kemarin ditutup menguat tipis ke posisi 4.178,58 poin.
“Penurunan harga saham perbankan mengindikasikan ekspektasi para pelaku pasar terhadap kinerja perbankan dalam 6-9 bulan ke depan masih kurang baik.” Jelasnya.
Ekspektasi kinerja perbankan turun disebabkan oleh tiga faktor diantaranya, salah satunya adalah meningkatnya jumlah Non Performences Loan (NPL) atau kredit bermasalah.
Hal itu dikhawatirkan bisa terjadi, mengingat kondisi ekonomi yang tidak kunjung membaik, sementara utang harus tetap dibayarkan.
Saat ini rasio kredit bermasalah atau rasio NPL perbankan berada di level 2,7%, diperkirakan rasio NPL akan naik menjadi 3% sampai akhir tahun 2015.
Rasio NPL industri perbankan diprediksi berada pada level 3% karena terbantu oleh kinerja bank buku I yang memiliki rasio NPL relatif bagus.
Namun, tidak sedikit bank kecil yang memiliki rasio NPL tinggi sehingga mendongkrak agregat rasio NPL berada dikisaran 3%. Risiko ini akan sangat berimbas pada bank kecil, dimana biaya kredit macet dan biaya pencadangan kredit dapat menekan profitabilitas.
Martin menjelaskan sebaiknya pemerintah segera melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur yang sudah menjadi program, dan merealisasikan beberapa kebijakan paket deregulasi serta debirokratisasi yang sudah terbit dijalankan dengan konsisten sesuai dengan target, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong ekonomi berbalik arah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menurutnya perlu memperketat pengawasan bank, dan OJK perlu segera melakukan tindakan untuk mengidentifikasi dan memitigasi bank yang lemah. Hal itu harus dikomunikasikan ke publik.
“Komunikasi yang baik dapat mencegah publik untuk percaya terhadap rumor, sehingga publik dapat mengetahui kondisi perbankan dan jasa keuangan Indonesia saat ini.”
Selain itu Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga perlu mengedukasi masyarakat menengah bawah terkait perannya. Kontribusi masyarakat menengah bawah ini diperlukan agar terbangun kenyamanan menabung di bank.
LPS menurutnya juga harus memastikan pada saat-saat ini agar syarat-syarat pencairan dana harus dipenuhi oleh perbankan, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kekacauan dan