Pelaporan Transaksi Kartu Kredit Dinilai Bertentangan dengan RUU Perlindungan Data
aturan pelaporan tersebut sangat bertentangan dengan butir RUU yang sedang dibuat
Editor: Sanusi
Apalagi, masih ada kekhawatiran dari masyarakat terkait keamanan data dari kebijakan pelaporan data kartu kredit oleh perbankan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).
"Ada pontesi masyarakat akan pindah menggunakan transaksi tunai karena sudah tidak percaya pada perbankan karena data mereka tidak aman. Akibat hal tersebut tentu yang dirugikan nanti adalah Pemerintah sendiri karena akan keluarkan banyak uang untuk mencetak uang kartal dipasar," tegasnya.
Steve mengungkapkan, transaksi kartu kredit di Indonesia dalam satu tahun mencapai Rp 21 triliun dengan jumlah 20 juta nasabah.
Karena itu, dia berharap Ditjen Pajak dapat memberikan sosialisasi dan meyakinkan para nasabah kartu kredit terkait keamanan data serta mekanismenya.
Tak Ada Pajak Dua Kali
Sedangkan, Yon Arsal, Direktur Potensi Kepatuhan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, mengungkapkan pembukaan data rekening kartu kredit yang akan dilakukan Pemerintah dipastikan tidak membuat wajib pajak harus membayar pajak dua kali atas transaksi yang dilakukannya.
Pembukaan data ini dipastikan hanya untuk meng-kroscek dan menguji kembali data SPT wajib pajak yang sudah disampaikan kepada Ditjen pajak, sehingga bisa dipastikan setiap data yang dilihat akan tersimpan aman.
"Jadi ini bukan suatu yang luar biasa, semua negara bisa mengakses berbagai data, kita memang belum dan harus lewat prosedur bertahap, jadi ini hanya untuk menguji data dan pembanding," ujar dia.